Cintaku Berawal dari Benci dan Berakhir dengan Belajar Membenci (4) SETIBA di kost dia hanya diam dan memelukku erat. Aku tahu dia menangis karena bahuku terasa basah. Aku menunggu Dewa tenang untuk bercerita kepadaku. Sesungguhnya sore tadi Dewa bilang ingin pulang cepat karena dia merasa tidak sehat. Terlebih lagi esok paginya Dewa harus keluar kota, karena itu aku tidak mengajaknya ketemu. Tapi sekarang dia ada di kostku dan sedang menangis dalam pelukanku, aku bingung sekali harus bagaimana. Setelah tenang akhirnya Dewa buka suara. Setelah sampai rumah, karena sedang tidak sehat Dewa langsung tertidur hingga malam. Dia terbangun ketika istrinya pulang kerja. Mendapati sikap istrinya yang tidak biasa Dewa bertanya ada apa. Hanya satu jawaban istrinya, dia menggugat cerai Dewa. Tanpa pikir panjang Dewa hanya menyambar tas kerja dan jaketnya lalu pergi ke kostku. Melihat reaksi Dewa saat ini aku benar-benar khawatir. Dia tampak rapuh, tapi aku kan tak mungkin menyuruh dia menginap di rumah kostku. Aku hanya memintanya untuk tenang dan pulang ke rumah mamanya. Setelah permintaan cerai dari istrinya diucapkan, Dewa seakan tak ingin lagi menutupi kebersamaan kami. Namun demikian, aku masih menahan diri untuk tidak muncul berdua. Bagaimanapun juga mereka belum resmi bercerai. Dan di sinilah situasi berubah rumit. Dewa pernah bercerita bahwa istrinya memang memiliki gangguan psikologis, aku tidak tahu seperti apa tepatnya tapi sepertinya memang cukup serius. Dan aku pada akhirnya merasakan efek dari psikologis istri Dewa. Sekitar dua bulan sejak Dewa meninggalkan rumah mertuanya, dia ada tugas keluar kota. Sekembalinya Dewa dari luar kota aku berinisiatif menjemputnya di bandara. Dari bandara Dewa membawaku ke rumah mamanya. Bersambung