Meski anggaran terbatas, ia berhasil mewujudkan tugu dengan kualitas luar biasa. Dana sebesar Rp50 juta pun dipakai seefisien mungkin untuk membeli bahan, alat, dan membiayai proses produksi dari awal hingga selesai.
Proses pembuatan Tugu Biawak tidak berjalan mulus. Rejo Arianto sempat mengaku menghadapi banyak tantangan, bahkan sempat berutang demi menuntaskan proyek ini.
Namun karena kecintaan dan dedikasinya pada seni, dirinya terus melanjutkan hingga tugu tersebut akhirnya berdiri dengan megah.
Sebagai referensi, Tugu Gajah di Gresik memakan biaya hingga Rp1 miliar, Tugu Pesut di Mahakam menelan dana Rp1,1 miliar, bahkan Tugu Penyu di Sukabumi menghabiskan anggaran fantastis mencapai Rp15 miliar.
Perbandingan ini pun memicu berbagai reaksi di media sosial. Banyak warganet menyindir bahwa kreativitas dan kejujuran dalam pengelolaan anggaran jauh lebih penting daripada nilai proyek yang tinggi.
Tugu Biawak Wonosobo menjadi contoh bahwa karya yang bagus tidak selalu harus mahal, asalkan dibuat dengan niat tulus dan semangat kebersamaan.