Berbagai macam usaha dilakoni banyak orang. Tujuannya satu, untuk mendulang rupiah dan memberikan kemapanan secara finansial. Mulai dari jualan makanan, berdagang bahkan menyediakan jasa kepada para konsumen. Seperti yang dilakukan Usup HS dan sang anak Riki Muliyahadi warga Jalan Kolonel Bustomi Burhanudin, Nomor 45, RT01/01, Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Laki–laki tangguh ini kompak menyediakan jasa sablon di kediamannya.
Berawal dari usaha milik sang kakak Asep Muliyahadi, usaha sablon kemudian diteruskan sang adik Riki Muliyahadi bersama sang ayah Usup. Mengusung merek IKIWART, meski baru berumur satu tahun, jasa sablon milik mereka berdua sudah mendulang cukup banyak pelanggan. Bukan tanpa alasan, kualitas yang bagus serta hasil sablon yang apik memberikan kepuasan para pelanggan yang tak ingin pindah ke lain tempat. Tak tanggung-tanggung, dalam sebulan mereka bisa memproduksi kaos hingga ratusan pieces. Pelanggannya tidak hanya warga sekitar bahkan hingga luar kota seperti Depok, Sukabumi, Tangerang, Jakarta hingga Bekasi.
“Kami senantiasa menjaga kualitas bagi para pelanggan. Mungkin ini yang membuat pesanan semakin hari semakin banyak,” beber Usup ketika ditemui Metropolitan di rumah produksi miliknya. Tak hanya itu, lanjut dia, kaos buatannya pernah dipesan pasukan penjaga perdamaian yang diutus langsung Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB). Hingga hari ini, setiap pasukan PBB yang akan diberangkatkan menjadi langganan tetap IKIWART. Disinggung mengenai harga, pelanggan bisa memilih berbagai macam harga yang dibanderol. Mulai dari Rp50 ribu, Rp100 ribu hingga Rp150 ribu. “Semua tergantung kaos dan tingkat kesulitan sablon itu sendiri,” katanya lagi.
Selain kaos, pihaknya juga melayani digital sablon untuk mug, topi dan pembuatan stiker. Kendati demikian, setiap usaha selalu menuai batu sandungan. Selain keuntungan, dirinya juga pernah mengalami kerugian karena ditipu orang tak bertanggung jawab. “Pernah kami mengerjakan partai besar. Namun hanya dibayar setengahnya, sisa pembayarannya hingga kini tidak pernah kami terima,” tutup pria yang juga sebagai petani singkong.
(nto/b/suf/dit)