METROPOLITAN - Sepi. Itulah yang terlihat di Terminal Cileungsi, akhir-akhir ini. Bisnis transportasi umum di sana nampak lesu. Sejauh mata memandang, tak banyak pergerakan hilir mudik penumpang. Tidak tampak pula bus antar kota dan antar provinsi di sana yang keluar-masuk. Kondisi ini menjadi tahun kedua di Terminal Cileungsi. Semenjak Covid-19 masuk Indonesia, musim mudik Lebaran yang biasanya menjadi waktu panen penumpang, dua tahun ini menghilang menjadi Larangan Mudik. Tidak ada lagi penumpang yang rela mengantre tiket sejak pagi buta. Tidak ada pula bus yang teronggok tak terpakai. “Ya mau gimana lagi,” tutur Sandi, salah seorang kondektur bus, di Terminal Cileungsi, belum lama ini. Mudik Lebaran dua tahun lalu, ia menikmati masa jayanya menjadi seorang kondektur bus antar kota. Ia bisa membelikan istri dan kedua anaknya baju Lebaran. Memasak opor ayam serta daging, hingga memberikan uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran. Namun, di 2020 semua mulai berubah. Ketika Covid-19 datang, transportasi dibatasi. Tahun itu menjadi tahun pertamanya tak bisa membelikan baju Lebaran untuk anak dan istrinya. “Mudik juga dilarang waktu itu,” ujarnya. Memasuki 2021, perjalanan transportasi perlahan mulai kembali. Walau tidak banyak, masih ada penumpang yang menggunakan jasa transportasi bus di Terminal Cileungsi. Asa mulai muncul. Tahun ini Lebaran bisa memberikan anak dan istri baju Lebaran. Lebaran bisa kembali makan opor ayam dan gulai sapi lagi. Namun, asa itu buyar saat pemerintah mengumumkan larangan mudik Lebaran tahun ini. Kesal dan sedih bercampur. Harapan memberikan kesenangan bagi istri dan anaknya di Lebaran tahun ini terancam gagal. “Bingung. Kasihan anak sama istri saya,” katanya sembari mengerutkan dahi. Kondisi ini juga dialami sopir dan kondektur bus yang ada di Terminal Cileungsi lainnya. Ada ratusan orang yang bernasib serupa. Hal itu membuat mereka tak punya banyak pilihan. Jika nekat melanggar, pasti akan berurusan dengan hukum. Terlebih, beberapa waktu lalu seluruh PO bus yang ada di Cileungsi sudah menandatangani kesepakatan untuk mengikuti aturan pemerintah ini. Selain para sopir dan kondektur, penjual oleh-oleh juga warung makan di Terminal Cileungsi ikut terdampak. Larangan mudik Lebaran membuat tak ada penumpang yang datang. Tampak kios-kios pedagang sepi. “Biasa sehari dulu bisa Rp300 ribu sampai Rp500 ribu. Sekarang jauh,” ungkap Dadang, salah seorang pedagang di Terminal Cileungsi. Sementara itu, mulai kemarin Polsek Cileungsi telah menyebar pasukannya untuk menghalau pemudik dan pendatang di wilayah timur Kabupaten Bogor. Pasukan itu bernama Tim Antimudik Bang Toyib Polsek Cileungsi. Personel yang dikerahkan sebanyak 150 personel. Tim ini bakal menghalau para pemudik juga pendatang yang akan masuk wilayah perbatasan di Bogor timur. “Jadi kita lakukan penyekatan di semua jalur. Bahkan, sampai ke rumah tujuan pemudik,” ujar Kapolsek Cileungsi Kompol Andri Alam. Andri menjelaskan Tim Antimudik Bang Toyib Polsek Cileungsi akan berkoordinasi dengan kepala desa juga ketua RT dan RW. “Jadi dapat diketahui jika ada pendatang atau pemudik,” jelasnya. Selanjutnya, Tim Antimudik Bang Toyib Polsek Cileungsi akan melakukan pengecekan surat rapid test jika pemudik atau pendatang itu berasal dari wilayah Jabodetabek. “Kita kan ada zonasi diperbolehkan Jabodetabek. Tapi tetap ada syarat-syaratnya. Tak bisa sembarangan,” tegasnya. Andri meminta warga yang akan mudik melintas ke Cileungsi atau menemui sanak saudara di Cileungsi bisa mematuhi hal tersebut. “Ini untuk kebaikan bersama,” pungkasnya. (all/rb/els/run)