METROPOLITAN – Menanggapi persoalan tercemarnya Situ Citongtut, Desa Cicadas, Kecamatan Gunungputri, membuat anggota DPRD Kabupaten Bogor, Achmad Fathoni, angkat bicara. Ia meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tak lagi menggunakan Perda Nomor 6 Tahun 2016 untuk memberikan efek jera, namun menggunakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. ”Sebelumnya saya sudah berkomunikasi dengan kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor melalui WhatsApp untuk segera mengecek dan menindak pelakunya,” kata Fathoni kepada Metropolitan, kemarin. Ia mengaku sudah mendatangi Situ Citongtut. Saat datang, ia sudah mencium bau tak sedap, namun ikan belum banyak yang mati. Fathoni berharap DLH lebih serius menangani ini, karena kejadian ini terus berulang. Perusahaan yang masih membuang limbah sepertinya sengaja dan sembunyi-sembunyi. ”Karena kami dari Komisi III sudah beberapa kali sidak, selalu disampaikan kalau perusahaan yang membuang air ke saluran Citongtut punya IPAL dan olah limbahnya,” paparnya. Jadi, mestinya tak ada lagi limbah berbahaya yang dibuang. Namun kenyataannya masih sama. Jenis limbah yang mencemari Situ Citongtut juga masih sama dengan sebelumnya. ”Makanya kali ini, saya berharap DLH serius dan lebih serius. Jangan sampai masyarakat hilang kepercayaan kepada DLH, karena sebenarnya sekarang mulai ada sinergi bersama untuk menjaga lingkungan, salah satunya lewat WCD, KRL, Bank Sampah dan lain-lain,” katanya. Ia juga berharap sinergi ini bisa terus meningkat dengan landasan kepercayaan dan saling mendukung. Selain itu, soal efek jera untuk perusahaan sendiri, ia sangat setuju jika untuk perusahaan yang membandel lebih baik menggunakan UU Lingkungan Hidup sesuai Pasal 3 UU Nomor 32 Tahun 2009. Namun proses penyelidikan dan penyidikan pencemaran lingkungan itu tidak hanya tergantung DLH, tapi juga melibatkan kepolisian dan kejaksaan. ”DLH Kabupaten Bogor sendiri hanya memiliki PPLH (penyidik) satu orang, di mana idealnya untuk Kabupaten Bogor butuh lebih dari 15 orang. Ini yang juga mesti kita dorong. KLHK dan DLH Provinsi serta bupati seharusnya memastikan PPLH cukup untuk menangani jumlah pabrik yang ada,” paparnya. ”Lengkapi juga dengan dukungan komitmen dari aparat penegak hukum untuk menindaknya, baik kepolisian, kejaksaan juga hakim. Jadi, saya harap bupati Bogor menunjukkan komitmennya dengan memperkuat SDM PPLH serta anggaran pendukungnya,” pungkasnya. (jis/ els/py)