bogor-timur

Waduh! Jalan Samisade Desa Sukaresmi Diblokir Warga

Rabu, 26 Januari 2022 | 12:30 WIB

METROPOLITAN - Betoni­sasi jalan yang didanai Program Samisade di Desa Sukaresmi, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, diblokir warga. Pemblokiran dilakukan lantaran pembangunan Sa­misade itu berada di atas tanah sah hak milik warga dan setiap tahunnya masih membayar pajak. Program yang bertujuan meningkatkan infrastruktur di wilayah pedesaan, akses jalan wisata dan pertanian itu dinodai lalainya Pemerintah Desa (Pemdes) Sukaresmi dalam menentukan titik pembangunan jalan. Akibat­nya, program unggulan bu­pati Bogor menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat. Seorang warga pemilik lahan, Keling, memaparkan, sebe­lumnya pihaknya sudah ber­bicara kepada Pemerintah Desa (Pemdes) Sukaresmi atas lahan yang terpakai un­tuk pelebaran jalan adalah miliknya. Bahkan, ia masih membayar pajak setiap ta­hunnya. Ia tidak pernah me­rasa menjual kepada siapa pun tanah yang diklaim mi­liknya itu. ”Saya tak pernah menjual atau menghibahkan tanah tersebut kepada pemerintah desa. Kades Sukaresmi Yaya memberikan keterangan ke saya bahwa lahan tersebut sudah dibebaskan kades yang lama menggunakan anggaran dari pengusaha untuk akses Puncak II. Pengusaha tersebut sudah memberikan dan men­ghibahkannya kepada Pemdes Sukaresmi,” beber Keling ke­pada Metropolitan, kemarin. Mantan Kepala Desa (Kades) Sukaresmi, Gopar, membe­narkan apa yang diungkapkan Keling. Pada 2007 saat dirinya masih menjabat kades, pen­gusaha bernama Martin men­ghadap ke kantor desa untuk melakukan pembebasan lahan untuk jalan dari Kali Cipa­mingkis sampai Kampung Limusnunggal. ”Sebelum proses pembeba­san diselesaikan, pengusaha tersebut terkena musibah. Jadi, proses pembukaan jalur Puncak II tidak dilanjutkan dan memang belum ada jual-beli dengan warga pada 2017. Saya membuka jalur tersebut untuk akses galian, di mana saya dengan warga membuat kesepakatan pinjam sewa bukan jual-beli dengan war­ga,” jelas Gopar. Gopar melanjutkan, kemun­gkinan pemerintah desa yang sekarang berpatokan pada penghibahan dari keluarga Martin dan tidak melaksana­kan musyawarah kepada para tokoh yang mengetahui asal-usul tanah tersebut. ”Pemdes Sukaresmi sebelum membangun menanyakannya dulu soal kejelasan tanah yang dipakai untuk pembangunan akses jalan dari Program Sa­misade kepada orang-orang bersangkutan, terutama mu­syawarah bersama tokoh ma­syarakat dan tokoh agama agar ini tak terjadi lagi,” katanya. Sementara itu, kuasa hukum Keling, Teguh, bersama war­ga sudah mendatangi instan­si aset daerah Kabupaten Bogor untuk menanyakan langsung dokumen hibah yang diajukan Pemdes Sukaresmi. Ia mempertanyakan apakah sudah sesuai apa yang diakui kepala desa Sukaresmi yakni adanya proses hibah, se­hingga berani membangun jalan tersebut. ”Sangat disayangkan kades yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat malah menyalahgunakan wewenang. Sudah beberapa kali pihak kita mengajak bermusyawarah. Keling bersama tim menda­tangi kantor desa Sukaresmi, namun kades selalu tidak ada di kantor. Padahal sebelumnya sudah diagendakan dan mem­buat janji, di mana perte­muan antara warga dengan kades ini bertujuan mencari jalan keluar yang tidak meru­gikan kedua belah pihak,” papar Teguh. Selanjutnya, Keling dan kelu­arga sebagai ahli waris men­dukung untuk menggugat tanah tersebut. Sebab, tidak ada iktikad baik dari kepala desa dan sampai sekarang sulit ditemui, sehingga pi­haknya sepakat mematok jalan tersebut. (ags/jis/els/ py)

Tags

Terkini