METROPOLITAN - Di Kota Solo ada tiga nenek-nenek yang masih aktif mengamen di beberapa rumah makan. Trio yang terdiri dari Parti (62), Mujilah (74) dan Nuramisri (60) itu kemudian dikenal dengan Trio Simbok. Dengan peralatan musik seadanya, ketiga musisi jalanan ini begitu apik memainkan berbagai lagu. Mulai campur sari, dangdut koplo dan genre musik lainnya. Setiap harinya Trio Simbok mengamen di Soto Babat, Perengsari, Kartasura. Jika siang hari, ketiganya geser di rumah makan Bu Salamah, Besole, Klaten. Salah seorang pentolan Trio Simbok, Parti, mengungkapkan, sebelum dikumpulkan bersama dua rekannya, ketiganya adalah pengamen jalanan. ”Kalau kami semua awalnya mengamen ke Jogja, berkeliling di berbagai lokasi, seperti di Malioboro, Candi Prambanan, kampus, dan juga di beberapa tempat lainnya,” tutur Parti, Sabtu (27/11). Nenek yang tinggal di Pucangan Kartasura itu mengatakan, mengamen sudah dilakoninya sejak beberapa tahun lalu. Tak heran jika wajah-wajah mereka sudah begitu familiar di beberapa tempat. ”Mengamen di Jogja itu sudah lama, empat tahun lebih. Nanti dari Kartasura ke Jogja kumpul dulu di pos pengamen dengan yang lainnya, di Malioboro atau pun di Prambanan sudah akrab dengan wajah kami,” ujar Parti. Saat mengamen, Parti biasanya duet dengan Mujilah. Berkeliling ke tempat-tempat yang sudah menjadi langganan. Dalam perjalanannya, baik Parti dan Mujilah pernah tertangkap petugas saat penertiban gepeng. ”Ya saya baru mau ngamen malah digaruk (diamankan petugas) dan menginap selama dua malam,” kenangnya sembari tertawa. Usai kejadian itu, disusul dengan adanya pandemi keduanya memilih mengamen di wilayah Soloraya hingga akhirnya keduanya bertemu dengan Sri Wahyuni. Setelah ketiganya tergabung kemudian mencari tempat mangkal mengamen dan akhirnya diperbolehkan di Soto Babat Kartasura. Di tempat itulah ketiganya bertemu dengan Blontank Poer dari Rumah Blogger Indonesia (RBI). ”Kalau mengenai penamaan itu, mas Blontank Poer yang memberikan namanya,” ungkap Mujilah dan diamini Parti. Selain di Soto Babat, Trio Simbok juga mengamen di rumah makan Bu Salamah. ”Paginya di soto babat, selepas pukul 12:00 WIB pindah ke bu Salamah sampai sore. Sehari rata-rata setiap personel dapat Rp50 ribu itu sudah bersih, ” urai Parti. Tetapi, sekitar tiga bulan lalu salah seorang personelnya, yakni Sri, meninggal dunia. Hingga akhirnya digantikan Nuramisri yang tidak lain anak pertama dari pencipta lagu Lingsir Wengi. ”Saat itu kan ada tanggapan di Simo Boyali dibayar Rp2,5 juta, tetapi yang mengundang minta agar personel ditambah satu orang, kemudian saya menghubungi bu Nur ini dan sampai sekarang kami bertiga lagi,” urainya. (dtk/eka/py)