METROPOLITAN – Kasus pimpinan Front Pembela Islam (FPI) menjadi topik diskusi di markas LSM H’Ry Center, kemarin. Ketua LSM H’ry Center Unitario Hardjanto menegaskan, manuver FPI yang menjadikannya bintang media sepanjang akhir 2016 dan awal 2017 harus dilihat sebagai bagian dari demokrasi di Tanah Air. Dinamika sosial yang dibangkitkan FPI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika sosial yang terjadi di Indonesia. ”Bagaimanapun juga FPI itu terikat Pancasila dan NKRI. Seharusnya segala gerakan dan manuver mereka dilancarkan dalam rangka ber-Pancasila dan ber-Indonesia. Karena ada di Indonesia, FPI tidak bisa menyatakan lepas dari NKRI dan Pancasila,” ujar Unitario. Namun, lanjut dia, apa yang disaksikan masyarakat awam, FPI belum dapat menunjukkan jati diri sebagai anak bangsa Indonesia dan berfalsafah Pancasila. Ketika sebagian masyarakat mendikotomikan FPI dengan Pancasila dan kebhinnekaan, FPI tidak bisa tampil sebagai anak bangsa yang menjadikan Pancasila sebagai cara pandang hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. ”FPI terlalu bersemangat dengan aksi-aksi massa yang cenderung mengganggu ketertiban umum dan memaksakan keinginan. Padahal, dalam Pancasila dikenal mekanisme musyawarah untuk mufakat yang semangatnya menolak sikap memaksakan kehendak,” kata Unitario. Pengerahan massa ke Polda Jabar baru-baru ini pada saat Imam Besar FPI Rizieq Syihab menjalani pemeriksaan atas dugaan penodaan terhadap Pancasila merupakan tindakan provokatif. Seandainya Rizieq datang ke Polda Jabar dalam rombongan kecil, aparat kepolisian akan menjamin keselamatannya dari gangguan kelompok lain yang tidak suka pada FPI. ”Yang terjadi kan pengerahan massa. Walaupun ada penjelasan dari tokoh FPI bahwa massa datang ke Polda Jabar secara spontan, aroma pengerahan massa tetap sangat kental,” tambahnya. Begitu juga ketika FPI menyatakan protes ke Mabes Polri, mereka datang dalam bentuk rombongan besar yang ujung-ujungnya merepotkan para petugas. Sebenarnya, kalau semangat musyawarah yang dikedepankan, Rizieq bisa mendatangi Mabes Polri dalam bentuk rombongan kecil, paling banyak 20 orang. Hasilnya sama saja, jumlah perwakilan yang diterima perwira Mabes Polri sekitar 20 orang. “FPI harus membiasakan diri dengan semangat musyawarah dan mempercayai sistem yang berlaku. Waktu ke DPR RI untuk melaporkan Kapolda Jabar, FPI bisa datang dalam bentuk rombongan kecil. Toh, walaupun tidak dalam bentuk massa berjumlah besar, FPI diterima DPR RI dengan segala penghormatan sebagai tamu wakil rakyat,” kata Unitario.
(els/dit)