metro-bogor

Bogor Barat Penyebab Dana Mengendap

Selasa, 7 Februari 2017 | 09:29 WIB

Rencana pemekaran Bogor Barat ternyata menjadi salah satu penyebab tingginya dana Pemerintah Kabupa­ten (Pemkab) Bogor yang mengendap. Pembebasan lahan seluas 40 hektare persegi itu mem­buat endapan dana membengkak jadi Rp833,2 miliar. Jumlah ini membuat Kabupaten Bogor menempati posisi kedua kabupaten penyimpan saldo terbesar di perbankan versi Direkto­rat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

 Selain pembebasan lahan di Bogor Barat, ada juga pembe­basan lahan underpass Sentul yang menambah jumlah enda­pan dana. Untuk diketahui, pemekaran Bogor Barat hing­ga saat ini mencapai 90 persen. Pemerintahan Bogor Barat nantinya akan membawahi 14 kecamatan, yakni Kecamatan Dramaga, Nanggung, Leuwili­ang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Ten­jolaya, Rumpin, Tenjo, Jasinga, Parungpanjang, Sukajaya dan Kecamatan Cigudeg. Lahan seluas 17.000 hektare pun te­lah disiapkan di Desa Cigudeg sebagai pusat pemerintahan.

Ketua Komisi I DPRD Kabu­paten Bogor Kukuh Sri Wi­dodo mengatakan, dana mengendap itu terbagi atas tiga aspek, seperti efesiensi anggaran, pendapatan dari bunga deposito serta kegiatan yang tak terserap. “Khusus bagi kegiatan yang tak terserap, kebanyakan dari kegiatan pem­bebasan tanah,” kata Kukuh.

Politisi Gerindra ini mencon­tohkan, kenapa pembebasan tanah atau lahan banyak yang mengendap di perbankan. Ke­tika Pemkab Bogor mengang­garkan satu kegiatan pembeba­san lahan, mereka mematok harga di angka yang sama pada tahun pengajuan kegiatan. Se­dangkan, pada saat pelaksana­an pembebasan lahan di tahun mendatang, harga tanah terse­but sudah naik dari harga awal yang sudah ditetapkan. “Itulah yang menyebabkan kenapa pembebasan lahan selalu gagal,” ucapnya.

Dengan dasar itu, Kukuh me­minta, Pemkab Bogor khusus­nya yang membidangi kegia­tan pembebasan lahan dapat mengimbangi harga tanah sesuai dengan waktu pengang­garan. “Pemerintah harus bisa mengikuti harga pasar di bawah,” pintanya.

Kukuh juga mendorong, Pemkab Bogor dapat memak­simalkan anggaran hingga menyisakan sekitar Rp400 mi­liar atau 15 persen dari nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabu­paten Bogor. “Idealnya 15 per­sen dari nilai APBD,” ungkapnya.

Sebelumnya, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, Ka­bupaten Bogor menjadi contoh nyata terkait permasalahan laten dalam hal penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di In­donesia. Ketidakseriusan dan lambannya kinerja, biasanya dapat dilihat dari seberapa banyak anggaran yang parkir di perbankan.

Padahal menurut Uchok pemerintah daerah sudah jelas atas program prioritas yang harus dikerjakannya. Di antaranya seperti pembangu­nan infrastruktur dan pelaya­nan publik. Kemungkinan, kata Uchok, Pemkab Bogor perlu diingatkan lagi dengan perkataan Presiden Joko Wi­dodo terkait money follow program atau anggaran di­gunakan untuk program prioritas. “Jelas-jelas pemerin­tah daerah bekerja memprio­ritaskan infrastruktur dan pelayanan publik. Seharusnya tinggal direalisasikan. Tapi kenapa bisa seperti ini. Se­pertinya Pemkab perlu diing­atkan lagi dengan perkataan Jokowi,” tegas Uchok.

Eks pentolan LSM Forum Indonesia untuk Transpa­ransi Anggaran (Fitra) ini me­nyindir jika pola pikir Pemkab Bogor tentang ekplorasi ang­garan perlu diluruskan kem­bali. Karena, jangan-jangan Pemkab Bogor menganggap APBD sama halnya dengan harta atau uang pribadi. “Per­lu diluruskan lagi paradigma­nya (pola pikir). Khawatir mereka punya pemikiran lebih baik menyimpan di bank agar dapat bunga dibanding di­belanjakan untuk kepenting­an masyarakat,” ujarnya. (rez/c/els/dit)

Tags

Terkini