Rencana pemekaran Bogor Barat ternyata menjadi salah satu penyebab tingginya dana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor yang mengendap. Pembebasan lahan seluas 40 hektare persegi itu membuat endapan dana membengkak jadi Rp833,2 miliar. Jumlah ini membuat Kabupaten Bogor menempati posisi kedua kabupaten penyimpan saldo terbesar di perbankan versi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Selain pembebasan lahan di Bogor Barat, ada juga pembebasan lahan underpass Sentul yang menambah jumlah endapan dana. Untuk diketahui, pemekaran Bogor Barat hingga saat ini mencapai 90 persen. Pemerintahan Bogor Barat nantinya akan membawahi 14 kecamatan, yakni Kecamatan Dramaga, Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Rumpin, Tenjo, Jasinga, Parungpanjang, Sukajaya dan Kecamatan Cigudeg. Lahan seluas 17.000 hektare pun telah disiapkan di Desa Cigudeg sebagai pusat pemerintahan.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bogor Kukuh Sri Widodo mengatakan, dana mengendap itu terbagi atas tiga aspek, seperti efesiensi anggaran, pendapatan dari bunga deposito serta kegiatan yang tak terserap. “Khusus bagi kegiatan yang tak terserap, kebanyakan dari kegiatan pembebasan tanah,” kata Kukuh.
Politisi Gerindra ini mencontohkan, kenapa pembebasan tanah atau lahan banyak yang mengendap di perbankan. Ketika Pemkab Bogor menganggarkan satu kegiatan pembebasan lahan, mereka mematok harga di angka yang sama pada tahun pengajuan kegiatan. Sedangkan, pada saat pelaksanaan pembebasan lahan di tahun mendatang, harga tanah tersebut sudah naik dari harga awal yang sudah ditetapkan. “Itulah yang menyebabkan kenapa pembebasan lahan selalu gagal,” ucapnya.
Dengan dasar itu, Kukuh meminta, Pemkab Bogor khususnya yang membidangi kegiatan pembebasan lahan dapat mengimbangi harga tanah sesuai dengan waktu penganggaran. “Pemerintah harus bisa mengikuti harga pasar di bawah,” pintanya.
Kukuh juga mendorong, Pemkab Bogor dapat memaksimalkan anggaran hingga menyisakan sekitar Rp400 miliar atau 15 persen dari nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bogor. “Idealnya 15 persen dari nilai APBD,” ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, Kabupaten Bogor menjadi contoh nyata terkait permasalahan laten dalam hal penganggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Indonesia. Ketidakseriusan dan lambannya kinerja, biasanya dapat dilihat dari seberapa banyak anggaran yang parkir di perbankan.
Padahal menurut Uchok pemerintah daerah sudah jelas atas program prioritas yang harus dikerjakannya. Di antaranya seperti pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Kemungkinan, kata Uchok, Pemkab Bogor perlu diingatkan lagi dengan perkataan Presiden Joko Widodo terkait money follow program atau anggaran digunakan untuk program prioritas. “Jelas-jelas pemerintah daerah bekerja memprioritaskan infrastruktur dan pelayanan publik. Seharusnya tinggal direalisasikan. Tapi kenapa bisa seperti ini. Sepertinya Pemkab perlu diingatkan lagi dengan perkataan Jokowi,” tegas Uchok.
Eks pentolan LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) ini menyindir jika pola pikir Pemkab Bogor tentang ekplorasi anggaran perlu diluruskan kembali. Karena, jangan-jangan Pemkab Bogor menganggap APBD sama halnya dengan harta atau uang pribadi. “Perlu diluruskan lagi paradigmanya (pola pikir). Khawatir mereka punya pemikiran lebih baik menyimpan di bank agar dapat bunga dibanding dibelanjakan untuk kepentingan masyarakat,” ujarnya. (rez/c/els/dit)