Belum digajinya ratusan karyawan Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) Kota Bogor selama dua bulan terakhir, menjadi persoalan baru bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Hal itu karena pemkot harus kembali mengucurkan dana kepada perusahaan pelat merah tersebut untuk membayar ratusan gaji karyawannya.
WAKIL Walikota Bogor Usmar Hariman mengatakan, PDJT tak perlu dibubarkan karena Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu pun prinsipnya untuk mengutamakan pelayanan dan tidak mesti untung. Ada beberapa hal prinsip yang segera dilakukan meski sudah terlambat yaitu perbaikan sistem regulasi operasional. Menurut dia, jika membubarkan PDJT, justru sudah terlambat. Sehingga, lebih baik memperbaiki sistem operasionalnya. “Jadi salah satu rekomendasi tim penyeha tan adalah perbaikan aspek regulasi agar ke depannya lebih baik,” ujarnya kepada Metropolitan.
Yang jadi persoalan di PJDT sendiri, lanjut Usmar, karena manajemen hanya berhenti dan bersikukuh menuntut dana subsidi dan perubahan bentuk usahanya saja. Padahal, PDJT hingga kini bergerak atas dasar regulasi yang lama. Yang artinya dapat dilakukan demi hukum jika manajemen saat itu pun mengajukan revisi Perda Penyertaan Modal Pemerintah (PMP). Namun, hal ini tak dilakukan manajemen. “Dari awal sudah diprediksi dana PMP Rp5 miliar lebih yang diberikan pada 2015 tersebut hanya dapat bertahan sampai Okober atau November 2016. Walaupun saat itu agak sedikit kontroversi karena adanya hasil evaluasi gubernur yang menyatakan perlu sebuah audit sebelum dana tersebut dimanafaatkan meski akhirnya selesai,” terangnya.
Selain itu, pada saat PMP 2015 PDJT mengajukan revisi perda, maka hasil saat ini pun akan lain. Walaupun pembahasannya cukup panjang, tetapi pengajuan revisi perda kaitan pemberian subsidi pun mempunyai peluang disetujui dewan. “Asal bisnis plan-nya bagus dan jelas dan ada upaya lainnya untuk membuat PDJT ini lebih baik lagi. Seperti saat ini sudah ada bantuan sepuluh bus lagi. Artinya dewan akan mendukung,” paparnya.
Sambil menunggu alternatif pendanaan untuk tunggakan gaji karyawan, Usmar menyarankan agar menghidupkan koridor yang masih sehat, menekan operasional hanya untuk koridor yang operasional saja, mengajukan segera revisi Perda PMP dan meminta tambahan PMP untuk lima tahun ke depan. Sesuai usulan subsidi yang diajukan PMP bisa Rp10 miliar, Rp20 miliar bahkan Rp30 miliar. “Jika seperti itu, maka kata pepatah, ‘Sudah caina herang, lauk na beunang’ (airnya jernih, ikannya dapat, red),” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kota Bogor Zenal Mutaqin mengaku kebingungan karena PDJT tak sanggup membayar gaji karyawan hingga dua bulan. Seharusnya, PDJT dapat meng-cover gaji tersebut. Sementara untuk subsidi yang diajukan, hingga kini belum disetujui DPRD. Zenal juga mengatakan, seharusnya subsidi tersebut menurutnya tak bisa untuk menggaji karyawan, melainkan hanya untuk menambah biaya operasional PDJT saja. “Kaitan gaji seharusnya sudah menjadi tanggung jawab direksi dan pemilik BUMD, yaitu Walikota Bogor Bima Arya sesuai Perda 5 Tahun 2007. Kaitan ajuan untuk subsidi PDJT itu pun belum disetujui, sebab DPRD tengah membahas payung hukumnya,” jelasnya.
Setelah konsultasi, kata Zenal, denfan Kemendagri pengajuan subsidi itu pun hanyalah alternatif yang diambil pemerintah untuk biaya tambahan operasional terhadap nilai tarif bus TransPakuan. “Mekanisme ketika pemerintah setuju bahwa PDJT akan diberikan subsidi, maka harus mempersiapkan SK. Sedangkan yang kita anggarkan untuk subsidi dengan dasar hukum Perda 3 Tahun 2013 sedang direvisi karena tidak tercantum bahasa tentang subsidi BUMD,” ungkapnya.
Sebelumnya, ratusan pegawai PDJT melakukan mogok kerja. Mereka mengadu ke DPRD Kota Bogor untuk meminta kepastian atas nasib mereka yang belum mendapatkan gaji selama dua bulan. Mereka juga meminta agar Pemkot Bogor sebagai pemilik perusahaan menjamin kesejahteraan mereka dan membayarkan gaji selama dua bulan.
Direktur Utama PDJT Krisna Kuncahyo mengatakan, dalam perencanaan yang telah dibuatnya sudah jelas bahwa perusahaan milik Pemkot Bogor ini memerlukan subsidi. Ia mengaku sudah mengajukan dalam APBD-P 2016 dengan nominal Rp1,7 miliar. Sebab, penggunaannya hanya sekitar tiga bulan, namun itu belum disetujui. “Belum di-ACC. Namun kami ajukan lagi untuk di APBD 2017 dengan nominal Rp1,7 miliar tapi sama saja tidak masuk APBD,” ujarnya saat ditemui Metropolitan di Gedung DPRD Kota Bogor.
(mam/c/els/run)