metro-bogor

Partisipasi Anak Sekolah di Sirnagalih Paling Rendah

Jumat, 17 Maret 2017 | 08:16 WIB

METROPOLITAN – Selain masih buruknya infrastruktur pendidikan, Pemerintah Ka­bupaten (Pemkab) Bogor juga punya pekerjaan rumah untuk menggenjot par­tisipasi warganya ke sekolah.

Sesuai data yang dihimpun Balai Peng­embangan Pembangunan dan Analisa Potensi Daerah Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat, Desa Sirnagalih, Kecamatan Jonggol men­jadi wilayah yang memiliki Angka Partisipasi Kasar (APK) terendah se-Kabupaten Bogor. Baik itu dari tingkat SD maupun SMP. ­

Untuk tiga desa dengan APK SD terendah di bawah 80 per­sen se-Kabupaten Bogor di antaranya Desa Sirnagalih, Kecamatan Jonggol dengan nilai APK 17 persen. Lalu Desa Dago, Kecamatan Parungpan­jang dengan nilai APK 65,51 persen serta Desa Bojongjeng­kol, Kecamatan Ciampea dengan nilai APK 74,83 persen.

Sedangkan untuk tiga desa dengan APK SMP terendah se- Kabupaten Bogor di antaranya Desa Sirnagalih, Kecamatan Jonggol dengan nilai APK 14,54 persen. Lalu Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin dengan nilai APK 23,07 persen da De­sa Banyuresmi, Kecamatan Cigudeg dengan nilai APK 24,62 persen.

Kepala Dinas Pendidikan Ka­bupaten Bogor TB Luthfie Syam tak membantah jika di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Nanggung, Su­kamakmur dan beberapa ke­camatan di Kabupaten Bogor terbilang masih rendah. Namun, rendahnya APK di daerah ter­sebut salah satunya karena faktor infrastruktur yang belum berkembang pesat. “Dulunya belum terbuka dan terbukanya juga belum lama,” kata Luthfie.

Menurutnya, bukan hanya karena pembangunan yang baru dilakukan Pemkab Bogor saja yang menjadi faktor penyebab rendahnya APK di Kabupaten Bogor. Melainkan karena per­soalan pendataan usia yang sudah tak produktif terkait pe­nilaian APK. “Justru banyak ter­jadi di orang-orang yang bukan lagi di usia sekolah. Saya juga berani memastikan secara po­pulasi bahwa yang dari usia sekolah hampir semuanya sudah bersekolah di usia SD, SMP hingga SMA. Problemnya di usia itu,” ucap dia.

Mantan kepala Satpol PP itu menambahkan, sebagian besar yang masuk tingkat partisi­pasi rendah merupakan warga yang sudah tak masuk usia sekolah atau sudah di atas usia 25 tahun. “Mereka yang dulu tinggal di daerah saat itu belum seterbuka kayak sekarang dan fasilitas pendidikannya juga belum banyak. Itu realita yang terjadi,” ujarnya.

(rez/b/els/ run)

Tags

Terkini