BOGOR – Pondok Pesantren (Ponpes) Putra-putri As-Shoheh pimpinan Kiai Muhammad Hamzah menggelar zikir manaqib sekaligus peringatan Isra Mikraj di Kampung Samporalebak, Kelurahan/ Kecamatan Cibinong, belum lama ini. Kegiatan tersebut diisi pembacaan manaqib Syekh Abdul Qodir Jaelani dan ceramah yang disampaikan beberapa tokoh agama besar. Salah satunya Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Dakwah.
Nahdlatul Ulama (LDNU) Kabupaten Bogor KH Abdur Rahman Bustomi. Dalam tausiyahnya,KH Abdur Rahman menjelaskan, peristiwa Isra Mikraj terjadi tahun ke-12 setelah Nabi menjadi Rasul (di usia 52 tahun, red). Paling tidak ada dua hal yang melatarbelakanginya. Yakni yang pertama perselisihan antara langit dan bumi tentang siapakah yang utama dan penghibur bagi Nabi saat mengalami tahun kesedihan. “Kedua latar belakang (sebab) di atas keduanya bisa terjadi. Hakikatnya, peristiwa sudah menjadi suratan takdir sebelum langit dan bumi ada,” ujarnya di hadapan ratusan jamaah.
Sebelum berangkat Isra, Nabi dibasuh hatinya untuk menambah kesuciannya, laksana air jernih yang ditambah kejernihannya. Perjalanan malam (Isra, red) yang bermuladari Masjid Al-Haram ke Masjid Al-Aqsa adalah perjalanan spiritual sekaligus napak tilas sejarah. Nabi dari Masjid Al- Haram ke Al-Aqsa singgah dan diperlihatkan situs bersejarah peninggalan para nabi terdahulu.
“Hikmahnya agar sejarah tidak hilang. Di sini kewajiban kita sebagai umat dan bangsa menjaga dan melestarikan situssitusbersejarah. Bangsa paling celaka adalah bangsa yang tidak mengetahui sejarahnya sendiri. Terlebih lagi, umat yang tidak mengetahui sejarah agamanya,” paparnya.
Dalam Alquran, Allah membuka terlebih dahulu dengan pelaku sejarah. Yakni dengan menyebutkan surat Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim kemudian Al- Isra dan Maryam. Surat Al-Isra ini menjadi bukti pentingnya melestarikan situs sejarah, khususnya dari Masjid Al-Haram hingga Majid Al-Aqsa. Bahkansetelah beberapa tahun, Nabi menerima perintah salat dengan menghadap Al-Aqsa. Tempat yang menyatukan sejarah banyak nabi. Hingga perpindahan arah kiblat dari Masjid Al-Aqsa ke Masjid Al-Haram diabadikan dalam Masjid Qiblatain (masjid dengan dua kiblat, red). Pada waktu Isra, diperlihatkan kepada Nabi situs-situs bersejarah. Pada waktu Mikraj, Nabi dipertemukan dengan para nabi; para pelaku sejarah.
“Bagaimana cara para musuh Islam menghancurkan Islam? Yaitu dengan mengikis dahulu sejarah- sejarah Islam dengan alas an bid’ah dan musyrik. Kita harus waspada! Syirik-bid’ah di mana pun bisa ada tapi jangan jadikan ‘bid’ah-syirik’ alat menghapus peninggalan-peninggalan sejarah Islam,” ujar KH Bustomi.
Dalam pengurangan berkalikali jumlah rakaat salat, hingga Nabi berulang kali nadzrah ila Mwajhi Al-Karim. Semata-matasebagai bentuk keistimewaan Nabi, sebab para nabi terdahulu tidak diberi anugerah itu. Nabi Musa memohon di Gunung Tursina, hanya diberi kesempatan berbicara. Inilah ‘perjumpaan- penglihatan’ yang tak dapat dibayangkan. Allah maha suci dari segala kekurangan. Allah tidak seperti yang ada dalam akal manusia. Fisik Rasulullah sudah dipersiapkan Allah untuk mampu menembus gravitasi, dimensi, galaksi-galaksi tanpa pakaian seperti astronot yang diketahui. “Apakah Rasulullah Isra dan Mikraj dengan ruh dan jasadnya? Kita meyakini Rasulullah Isra dan Mikraj dengan ruh dan jasadnya. Apakah ada sesuatu yang mustahil bagi Allah?” katanya
lagi. Dalam tasawuf, peristiwa Isra Mikraj juga mengandung banyak simbol. Perjalanan menujuAllah itu harus ada pemandu\(guide, red) sebagaimanA Nabi dipandu Jibril. Mikraj menunjukan maqam nubuwah Nabi Muhammad sangat tinggi. Dari bumi ke Mustawa dikawal Jibril, dari Mustawa ke Sidrat Al-Muntaha sendirian. Perjalanan dari Mustawa ke Sidrat Al Mustawa yang hanya ditempuh seorang diri menunjukkan keistimewaan Nabi. Tak satu pun makhluk menyamainya. “Allah menyanjung, ’Salam rahmat dan berkah untuk Engkau wahai Nabi’. Nabi tak melupakan umatnya; salam untuk kami dan hamba Allah yang shalih,” tandas KH Abdur Rahman dalam kegiatan zikir manaqib. Peringatan Isra Mikraj ini juga dihadiri beberapa tokoh dan pejabat Q Setempat, mulai dari ketua RT, RW, lurah dan tokoh masyarakat lainnya.
(*/ram/run)