Tren rokok elektrik atau vape semakin menjamur. Bahkan, banyak remaja Bogor yang sudah menikmati vape namun tidak mengerti dampak dari mengisap kandungan cairan di dalamnya. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor melarang penggunaan vape setelah melakukan uji laboratorium, Minggu lalu.
ROKOK elektrik dianggap kekinian dan sudah menjadi fenomena baru di kalangan remaja Bogor. Hal ini menjadi perhatian Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Melalui Dinkes Kota Bogor, uji lab terhadap kandungan cairan vape pun dilakukan. Hasilnya, dampak penggunaan vape sama dengan
Bidang Kesehatan Masyarakat pada Dinkes Kota Bogor Erna Nuraena membenarkan jika banyak pengguna vape yang belum tahu dampak penggurokok konvesional. Kepala naan rokok elektrik tersebut, padahal sama bahayanya dengan mengisap rokok biasa. “Kami uji lab ke BPOM untuk mengetahui kadar nikotinnya. Ternyata dampak penggunaan vape itupun sama dengan rokok konvensional karena kadar nikotinnya tidak terbatas,” katanya.
Hasil uji lab, kata Erna, sudah dinyatakan penggunaan vape itu pun memberikan risiko negatif pada penggunanya. Kalau rokok konvesional sudah ada sejak ratusan tahun sehingga sudah ditetapkan dampak secara medis yaitu berisiko paru-paru, jantung koroner hingga kemandulan. Namun untuk vape secara medis belum ditetapkan penyakit apa yang akan terjadi dari dampak penggunaannya. “Walau belum tahu menyebabkan penyakit apa, secara medis sudah disepakati vape itu berisiko negatif. Untuk secara detail harus ada penelitian yang panjang,” terangnya.
Erna juga mengungkapkan, tren rokok elektrik itu pun baru mencuat sejak dua tahun terakhir. Bahkan, banyak para remaja di usia dini menganggap penggunaan vape itu lebih keren dan kekinian. Hal ini juga menyebabkan perokok remaja trennya kian meningkat. “Kami mengimbau masyarakat tidak menggunakan rokok elektrik. Apalagi remaja seharusnya tidak boleh merokok. Lebih baik kita mencegahnya sejak dini,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kota Bogor Jenal Mutaqin tengah merumuskan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tempat untuk menggunakan vape. Hal itu diketahui setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menyampaikan Raperda Perubahan Perda 12/2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ke DPRD untuk dibahas. Nantinya akan ada beberapa poin perubahan dalam Perda 12 tahun 2009. Satu di antaranya akan mengatur tentang beberapa lokasi pelarangan penggunaan rokok elektrik termasuk sisha. “Jadi ke depannya rokok elektrik dan sisha akan diatur dalam Perda tentang KTR,” katanya.
Mengenai ruang aspirasi masyarakat terhadap pelaporan KTR di beberapa lokasi tertentu membuat pihaknya juga akan membahas kembali mengenai lokasi KTR. “Jadi sebenarnya ada dua yang dibahas dalam Raperda perubahan Perda KTR, pertama tentang penambahan lokasi KTR, kedua tentang rokok elektrik dan sisha. Keduanya akan diatur dalam perda tentang KTR nantinya,” terangnya.
KAMPANYE ANTIROKOK LEWAT ANGKOT
Sementara itu, jelang Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang jatuh setiap 31 Mei, Dinkes Kota Bogor menggandeng sopir angkot. Ada 16 unit angkot yang akan dihias menggunakan stiker mural yang berisi pesan-pesan bahaya rokok yang dikemas dengan kalimat serta gambar menarik menyesuaikan selera kaum muda. ”Selama ini penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bogor, belum optimal. Pelanggaran Perda KTR itu masih banyak terjadi, terutama di angkot,” kata Staf Seksi Promosi Kesehatan Masyarakat dan Pemberdayaan Masyarakat Dinkes Kota Bogor, Erni Yuniarti.
Ia juga mengatakan, mural angkot menjadi sarana menginformasikan kepada masyarakat, menumbuhkan kesadaran dan keberanian untuk menegur setiap perokok yang melakukan pelanggaran seperti di kendaraan umum tersebut. Selama ini masyarakat hanya mengandalkan pemerintah dalam menegakkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang diterbitkan tujuh tahun silam pada peringatan HTTS. ”Di angkot masih banyak pelanggaran, terkadang yang merokok bukan hanya penumpang, tetapi juga sopirnya,” katanya.
Perda KTR Nomor 12 Tahun 2009 juga mengamanatkan peran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam penegakannya. Masyarakat berhak menegur perokok yang merokok di kawasan tanpa rokok, seperti di dalam kendaraan angkot yang sedang dioperasikan mengangkut penumpang. ”Perda ini tidak akan berjalan jika penerapannya hanya mengandalkan pemerintah. Membangun kesadaran masyarakat penting, sopir angkot perlu diingatkan dan juga masyarakat lainnya,” katanya.
Pemilihan jumlah kendaraan angkutan kota sebanyak 16 unit juga bukan tanpa alasan. Di bagian atap angkot itu masing-masing terdapat huruf yang bila disusun berjajar dan berurutan akan menampilkan kalimat #SuaraTanpaRokok. Selain itu, ke-16 unit kendaraan tersebut juga merupakan perwakilan rute/trayek angkot yang berotasi di pusat Kota Bogor, terutama yang melintasi jalur Sistem Satu Arah (SSA) yakni seputar Kebun Raya Bogor. ”Keberadaan angkot sudah menjadi ikon Kota Bogor. Menggunakannya sebagai iklan berjalan cukup efektif dalam kampanye sosial. Karena tipikal orang mudah melihat pesan secara visual,” kata Yosef Rabindanata dari #SuaraTanpaRokok.
(mam/c/els/dit)