metro-bogor

Dipecat, Karyawan Pt Tsp Ngadu Ke Dewan

Selasa, 4 Juli 2017 | 13:34 WIB
????????????????????????????????????

  METROPOLITAN - Delapan perwakilan eks karyawan PT Tirta Sukses Perkasa (TSP) mendatangi kantor DPRD Kabupa­ten Bogor, kemarin. Mereka mengadukan perusahaan yang memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) itu karena diang­gap telah memberhentikan 88 karyawan­nya secara sepihak tanpa adanya Pemu­tusan Hubungan Kerja (PHK) namun dengan cara melakukan oper alih karyawan se­cara semena-mena. Akibatnya, hak me­reka sebagai karyawan seperti pesangon tidak diberikan perusahaan. Koordinator karyawan Solih Solihin men­ceritakan, mulanya ia bekerja di PT Tirta Tama Bahagia. Beberapa waktu kemu­dian, karena aturan yang tak jelas dirinya dialihkan ke PT TSP yang berlokasi di Kampung Lengis, Desa Warungmenteng, Kecamatan Cijeruk akhir Januari 2014. Di PT TSP, Solih bersama rekan-rekannya diangkat menjadi pegawai tetap berda­sarkan SK pengangkatan dan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Namun, setelah dua tahun lebih bekerja di PT TSP, Solih kembali mendapat pengalihan kerja ke PT Duta Makmur Bersama (DMB). “Dari pengalihan itu saya bersama teman teman menjadi korban pemberhentian secara sepihak, karena di DMB status kami outsourching, bukan pegawai tetap,” tutur Solih saat ditemui Metropolitan di Gedung DPRD Kabupaten Bogor. Padahal, Solih melanjutkan, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 peralihan kerja seperti itu boleh dilakukan hanya jika ada pemberhentian kerja atau PHK. Namun perusahaan tetap bersikeras bahwa oper alih tersebut sah secara undang-undang. “Kami sebagai korban tak setuju hal itu. Karena kalau memang sudah diangkat menjadi karyawan tetap maka tidak bisa dioper alih ke tempat manapun secara sepihak,” terangnya. Kondisi ini menjadi beban bagi dirinya dan karyawan lain yang menjadi korban. Sebab, mereka diberhentikan tanpa status PHK dan pesangon. Padahal, UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 156 menyebutkan bahwa mereka memiliki hak untuk mendapatkan pesangon dan adanya PHK dari perusahaan. “Jika itu terpenuhi maka sah secara UU. Oleh karena itu kami akan menuntut hak sebagai karyawan tetap karena tidak akan membuat surat pengunduran diri,” kata Solih. Terkait hal itu, Solih bersama rekanrekannya mengadukannya ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bogor.Disnaker pun mengeluarkan surat anjuran kepada perusahaan agar secepatnya menyelesaikan persoalan tersebut yang diterbitkan 20 Maret 2017. Dalam surat tersebut, perusahaan bermasalah diminta menanggapi persoalan paling lambat sepuluh hari setelah surat dibuat. “Dalam surat, apabila ada salah satu pihak yang keberatan dengan anjuran itu maka harus banding ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan itu sudah ditandatangani Kadisnaker Kabupaten Bogor. Tapi perusahaan menolak anjuran tersebut namun tidak juga mengajukan banding ke PHI Jawa Barat. Jadi mereka harus memberikan hak kami. Selain itu juga soal THR yang belum kami dapatkan di tahun 2016 lalu. Kami akan perjuangkan ini,” tegas Solih sambil menunjukkan surat dari Disnaker. Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor Wasto Sumarno berjanji segera mengambil tindakan atas persoalan tersebut dengan melakukan rapat dengan disnaker. Sebab, pemerintah daerah melalui disnaker telah melakukan tugas dengan mengeluarkan anjuran. Saat ini yang perlu dilakukan yakni monitoring tindak lanjut dari anjuran tersebut. “Kami segera menindaklanjuti persoalan ini. Pekan ini Insya Allah Komisi IV akan menggelar rapat dan mengundang disnaker serta akan panggil pihak perusahaannya,” tandas Wasto.   (fin/b/els/py)

Tags

Terkini