METROPOLITAN - Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kembali digelar Tb Soenmandjaja di Kabupaten Bogor. Kali ini, sosialisasi dilakukan oleh Anggota DPR/MPR RI tersebut di hadapan para guru, santri dan masyarakat di sekitar Yayasan Ponpes Miftahul Hidayah, Desa Rabak Kecamatan Rumpin, Sabtu (9/12). Soenman mengatakan, empat Pilar MPR itu yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. “Keempat Pilar MPR tersebut harusnya bukan hanya dihafal dan dijadikan sebagai pengetahuan semata, tetapi harus dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” katanya.
Porsi terbesar implementasi itu, kata dia, tentunya ada di kaum muda atau generasi muda. “Kalau tidak bisa lagi menghargai kesatuan dan menghormati perbedaan, hancurlah bangsa ini,” katanya. Soenman kemudian memberi contoh, misalnya Pancasila. Pancasila adalah sebuah anugerah terbesar bagi Bangsa Indonesai. Pancasila bisa mengeratkan antar sesama di Indonesia. “Ia juga menjadi pemersatu antarsuku dan bangsa di Tanah Air ini,” jelas Soenman.
Menurut Soenmandjaja, Pancasila itu adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai bagi bangsa ini. Bahkan semua agama yang diakui di Indonesia bisa berkumpu” dengan damai di bawah naungan Pancasila. Berbagai bahasa daerah, ragam kebudayaan, ragam kesenian dan adat istiadat bersatu dalam Pancasila dan membuktikan persatuan Indonesia. “ Lihat negara-negara Arab yang berbahasa satu, sama-sama berbahasa Arab, kita melihat hidup mereka kurang rukun, bahkan sering terjadi perang saudara, misalnya Iran-Irak, dan perang saudara di Suriah,” terangnya.
Sementara di Indonesia, lanjut dia, bukan sekadar bahasa yang berbeda, tapi agama pun banyak yang berbeda, tapi lkokoh ada di bawah naungan Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Sumpah Pemuda yang dideklarasikan jauh sebelum Indonesia merdeka sudah mampu mengikat bangsa Indonesia dalam Berbangsa yang Satu Bangsa Indonesa, Bertanah Air Satu Tanah Air Indonesia dan menjunjung Basa Persatuan Bahasa Indonesia. “Luar Biasa para pemuda itu,” kata lelaki yang tinggal di Kampung Salabenda Kecamatan Kemang itu.
Ia melanjutkan, nilai Pancasila sejalan dengan nilai agama apa pun, terutama Islam. Tidak ada satupun sila-sila dalam Pancasila yang bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu, diharapkan masyarakat tidak menilai orang Islam yang taat menjalankan ibadahnya sebagai orang yang radikal. Sebagai wujud Bhinneka Tunggal Ika, penganut agama apa pun harus saling menghormati satu sama lain dan semua penganut agama, agama apapun, harus taat kepada agamanya. “Itulah realisasi ke-Pancasila-an kita. Itulah cara membumikan Pancasila,” ujar Soenman.
UUD 1945 adalah ruh dari negara hukum. Ia juga menjadi ruh dari semua peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan dalam Bab II pasal 7 ayat (1) bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang pertama adalah UUD 1945, kemudian TAP MPR RI, barulah setelah itu Undang-undang atau Perppu dan seterusnya. “Implementasi UUD 1945 lebih kepada domain dan tanggung jawab MPR RI, pemerintah sebagai penyelenggara negara, aparatur sipil negara, aparat militer, dan lembaga hukum. Karena merekalah penentu kebijakan atas negara ini,” terangnya.
Selanjutnya, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI menjadi tanggung jawab bersama. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar NRI Tahun 1945 Bab XII Pasal 30 ayat (1) yang memberikan jaminan kepada seluruh rakyat Indonesai dalam hal pertahanan-keamanan dan pembelaan negara. “Bahkan siapa yang mencintai NKRI tentunya akan menjaminkan dirinya untuk keselamatan dan keutuhan NKRI,” papar Soenman.
Pilar keempat MPR RI adalah Bhinneka Tunggal Ika. Istilah ini sudah dikenal sejak Zaman Mpu Tantular sebagai penggubah Kakawin Sutasoma. Di mana inti dari ajaran dalam Sutasoma itu adalah toleransi dlam kehidupan beragama di Indonesia. “Walaupun jauh sebelum itu Rasulullah sudah mengajarkan kepada umat manusia untuk saling menghargai dan mencintai dengan sesama dalam bentuk Ukhuwah Islamiyah. Bahkan lanjut Soenman, dengan tegas Al-Quran menyatakan, “Tidak ada paksaan dalam beragama.” (surat al-Baqarah ayat 256) dan “Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” (Surat al-Kafirun ayat 6),” paparnya. (adv)