Pernyataan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menyebut terompet berpotensi menularkan penyakit difteri bikin pedagang gigit jari. Penjualan pernak-pernik Tahun Baru itu mendadak anjlok. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor meminta warga cermat dalam membeli terompet.
ADANYA kasus kematian warga Kabupaten Bogor yang terdampak difteri membuat Pemkab Bogor gencar melakukan upaya antisipasi. Apalagi setelah Kemenkes mengeluarkan pernyataan tentang penularan penyakit yang disebabkan bakteri itu bisa melalui percikan ludah bahkan hembusan nafas saat meniup terompet. Hal itu ternyata berdampak pada menurunnya omzet penjualan terompet.
Salah seorang pedagang terompet Anto (35) mengaku tahun ini
penjualan terompet menurun, berbeda dengan tahun lalu. Bahan yang digunakan tidak berpotensi tertular penyakit tersebut. "Masalahnya bukan dari terompet atau bahannya, tetapi kondisi orang yang menggunakannya tidak sehat atau sudah terkena virus," jelasnya.
Dalam sehari, ia mengaku hanya bisa menjual tujuh sampai sepuluh terompet saja. Terompet yang dijual kisaran dari Rp5.000 sampai Rp20.000 tergantung modelnya. Penurunan omzet hampir dialami semua pedagang terompet.
Kondisi ini diduga banyak warga yang sudah tidak menyukai terompet atau beralih ke terompet produk luar. Sementara itu, di sejumlah grup media sosial ada yang menyebar isu bahwa untuk berhati-hati saat membeli terompet khawati tercemar virus difteri yang disebarkan melalui ludah. Adanya penyebaran isu tersebut ada yang mengaku tidak terpengaruh, ada pula yang terpengaruh sehingga mewaspadai penyebaran dengan melarang keluarga dan kerabatnya untuk membeli terompet. “Rasanya penyebaran isu virus difteri menyebar melalui ludah yang menempel di terompet itu berlebihan, walaupun kewaspadaan harus tetap ada,” ungkap pedagang yang sudah lima tahun berjualan di wilayah Karadenan.
Sementara itu, Sekretaris Dinkes Kabupaten Bogor Erwin Suriana mengimbau warga membeli terompet yang benar-benar steril dan belum digunakan orang yang diduga terjangkit difteri. Sebaiknya tidak bertukar terompet dengan orang lain, apalagi kondisi tubuh terlihat kurang sehat.
"Biasanya orang yang terkena difteri dapat terlihat juga di selaput tenggorokan yg berwarna putih keabu -abuan atau di rongga dan sekitar mulurnya terlihat seperti luka dan bernanah. Karena itu kita harus pastikan terompet itu benar-benar bersih," jelasnya.
Mengantisipasi penyebaran penyakit difteri, lanjut Erwin, Dinkes Kabupaten Bogor menggeber imunisasi difteri gratis di posyandu dan puskesmas. Imunisasi memberikan perlindungan kekebalan terhadap penyakit secara spesifik, tergantung jenis vaksin yang diberikan. “Kepatuhan masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan ini. Dengan imunisasi, sedari anak, masyarakat sudah diberi kekebalan tubuh yang baik. Sehingga, ke depannya, difteri tidak ditemukan di Kabupaten Bogor,” bebernya.
Sebelumnya, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Elizabeth Jane Soepradi mengatakan, percikan ludah tersebut bisa keluar ketika seseorang meniupkan terompet. Orang tersebut pun tidak bisa dipastikan bebas dari penyakit difteri. "Terompet tentu bisa (menularkan difteri). Karena penularan difteri itu umumnya melalui percikan ludah, juga udara. Karena difteri itu menyerang selaput lendir pada hidung sampai tenggorokan," kata Jane.
Untuk itu, dia mengimbau masyarakat lebih berhati-hati terhadap potensi penularan penyakit difteri tersebut. Dia juga meminta, pemerintah dan semua pihak bersikap proaktif, menyosialisasikan pencegahan difteri kepada semua masyarakat. "Terompet itu kan tiupannya keras, jadi ya masyarakat harus hati-hati. Nanti ada yang menderita difteri lalu percikan ludahnya nyemprot-nyemprot," bebernya.
Saat ini, dia melihat adanya peningkatan kesadaran dari masyarakat terkait penyakit difteri. Hal itu terjadi karena gencarnya sosialisasi dan imbauan Kemenkes melalui media sosial dan media mainstream. Namun sayangnya, kesadaran tersebut didominasi masyarakat menengah ke atas. Masyarakat di pedesaan atau menengah ke bawah, tingkat kesadaran dan pengetahuan tentang difteri masih sangat minim.
“Kami terus mendorong agar semua pihak proaktif dengan mengecek dan menyosialisasikannya ke masyarakat di daerah secara langsung. Dengan begitu, mereka bisa lebih berhati-hati,” pungkasnya. (ads/c/els/py)