metro-bogor

Hati-hati ‘Terompet Difteri’

Sabtu, 30 Desember 2017 | 13:37 WIB

-

Pernyataan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menyebut terompet berpotensi menularkan penyakit difteri bikin pedagang gigit jari. Penjualan pernak-per­nik Tahun Baru itu mendadak anjlok. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Dinas Kese­hatan (Dinkes) Kabupaten Bogor meminta warga cermat dalam membeli terompet.

ADANYA kasus kematian warga Kabupaten Bogor yang ter­dampak difteri membuat Pemkab Bogor gencar melakukan upaya antisipasi. Apalagi setelah Kemenkes mengeluarkan pernyataan tentang penularan penyakit yang disebabkan bak­teri itu bisa melalui percikan ludah bahkan hembusan nafas saat meniup terompet. Hal itu ternyata berdampak pada menurunnya omzet penjualan terompet.

Salah seorang pedagang terompet Anto (35) mengaku ta­hun ini

 penjualan terompet menurun, berbeda dengan tahun lalu. Bahan yang digunakan tidak berpotensi tertular penyakit tersebut. "Masalahnya bukan dari terompet atau bahannya, tetapi kondisi orang yang menggunakannya tidak sehat atau sudah terkena virus," jelasnya.

Dalam sehari, ia mengaku hanya bisa menjual tujuh sampai sepuluh terompet saja. Terompet yang dijual kisaran dari Rp5.000 sampai Rp20.000 tergantung model­nya. Penurunan omzet ham­pir dialami semua pedagang terompet.

Kondisi ini diduga banyak warga yang sudah tidak me­nyukai terompet atau beralih ke terompet produk luar. Se­mentara itu, di sejumlah grup media sosial ada yang meny­ebar isu bahwa untuk berha­ti-hati saat membeli terompet khawati tercemar virus dif­teri yang disebarkan melalui ludah. Adanya penyebaran isu tersebut ada yang menga­ku tidak terpengaruh, ada pula yang terpengaruh se­hingga mewaspadai penye­baran dengan melarang kelu­arga dan kerabatnya untuk membeli terompet. “Rasanya penyebaran isu virus difteri menyebar melalui ludah yang menempel di terompet itu berlebihan, walaupun kewas­padaan harus tetap ada,” ung­kap pedagang yang sudah lima tahun berjualan di wi­layah Karadenan.

Sementara itu, Sekretaris Dinkes Kabupaten Bogor Er­win Suriana mengimbau warga membeli terompet yang benar-benar steril dan belum digunakan orang yang diduga terjangkit difteri. Sebaiknya tidak bertukar terompet dengan orang lain, apalagi kondisi tubuh terlihat kurang sehat.

"Biasanya orang yang ter­kena difteri dapat terlihat juga di selaput tenggorokan yg berwarna putih keabu -abuan atau di rongga dan sekitar mulurnya terlihat se­perti luka dan bernanah. Ka­rena itu kita harus pastikan terompet itu benar-benar bersih," jelasnya.

Mengantisipasi penyebaran penyakit difteri, lanjut Erwin, Dinkes Kabupaten Bogor menggeber imunisasi difteri gratis di posyandu dan pus­kesmas. Imunisasi memberi­kan perlindungan kekebalan terhadap penyakit secara spesifik, tergantung jenis vak­sin yang diberikan. “Kepatu­han masyarakat menjadi kunci dari keberhasilan ini. Dengan imunisasi, sedari anak, masyarakat sudah diberi ke­kebalan tubuh yang baik. Sehingga, ke depannya, dif­teri tidak ditemukan di Kabu­paten Bogor,” bebernya.

Sebelumnya, Direktur Sur­veilans dan Karantina Kese­hatan, Kementerian Keseha­tan (Kemenkes) Elizabeth Jane Soepradi mengatakan, percikan ludah tersebut bisa keluar ketika seseorang me­niupkan terompet. Orang tersebut pun tidak bisa dip­astikan bebas dari penyakit difteri. "Terompet tentu bisa (menularkan difteri). Karena penularan difteri itu umumnya melalui percikan ludah, juga udara. Karena difteri itu me­nyerang selaput lendir pada hidung sampai tenggorokan," kata Jane.

Untuk itu, dia mengimbau masyarakat lebih berhati-hati terhadap potensi penu­laran penyakit difteri tersebut. Dia juga meminta, pemerin­tah dan semua pihak bersikap proaktif, menyosialisasikan pencegahan difteri kepada semua masyarakat. "Terompet itu kan tiupannya keras, jadi ya masyarakat harus hati-hati. Nanti ada yang mende­rita difteri lalu percikan lu­dahnya nyemprot-nyemprot," bebernya.

Saat ini, dia melihat adanya peningkatan kesadaran dari masyarakat terkait penyakit difteri. Hal itu terjadi karena gencarnya sosialisasi dan im­bauan Kemenkes melalui me­dia sosial dan media mainstream. Namun sayangnya, kesadaran tersebut didominasi masyara­kat menengah ke atas. Masy­arakat di pedesaan atau men­engah ke bawah, tingkat kesa­daran dan pengetahuan tentang difteri masih sangat minim.

“Kami terus mendorong agar semua pihak proaktif dengan mengecek dan menyosialisa­sikannya ke masyarakat di daerah secara langsung. Dengan begitu, mereka bisa lebih berhati-hati,” pungkas­nya. (ads/c/els/py)

Tags

Terkini