metro-bogor

EMAK-EMAK ONTROG KANTOR LURAH

Selasa, 27 Februari 2018 | 08:17 WIB

-

Suasana Kantor Kelurahan Kebonkalapa, Kecamatan Bogor Tengah mendadak ramai. Kemarin, ibu-ibu termasuk anggota DPRD Kota Bogor Atty Somadikarya mengontrog kantor yang berlokasi di Jalan Semboja Nomor 2 itu. Warga mengontrog lantaran ingin meminta klarifikasi dari Lurah Kebonkalapa Nana Sumarna kaitan dugaan ancaman kepada warga saat hendak mengajukan surat tandatangan domisili untuk pengajuan dana rumah tidak layak huni (RTLH).

Pantauan di lapangan, di dalam kantor kelurahan sempat terdengar suara dengan nada tinggi seseorang yang tengah melakukan adu argumen. Bahkan, ada suara pukulan seperti gebrakan meja dari dalam kantor dua lantai tersebut. “Ada miskomunikasi di mana surat domisili menurut kader saya itu sangat dipersulit kelurahan. Bahasanya juga kurang enak dan kader saya sampai nangis, makanya saya datang ke sini (kelurahan) untuk meluruskan,” kata Atty saat ditemui usai mengontrog kantor kelurahan.

Meski begitu persoalan ini sudah terselesaikan. Pihak kelurahan akan melayani masyarakat kaitan surat domisili ini. Namun, perlu diingatkan bahwa APBD itu adalah uang rakyat dan sudah semestinya dikembalikan ke masyarakat. “Sekarang sudah clear. Masyarakat mau dilayani,” ujarnya.

Persoalan ini dipicu saat lima orang warga RW 06, Kelurahan Kebonkalapa mengajukan surat permohonan ke kelurahan. Lalu, kelima warga ini mengadu ke Ketua RW 06, Sri Purwanti bahwa surat pengajuan ini belum bisa ditandatangani karena Kemas dan Lurah tidak ada di kantor. Sehingga, Sri ini berinisiatif untuk mengambil surat tersebut ke kelurahan pada Kamis (22/2). “Tetapi pak lurah bilang tidak bisa dan ini harus dipending, karena ini utusan dari pak camat. Terus, ada bahasa dari pak lurah itu buat surat domisili itu berbahaya, bahaya buat bu Atty dan ibu mau saya ikut laporkan,” kata Sri.

Dengan begitu, sambung dia, ia pun merasa sakit hati sehingga mengadukan persoalan ini ke anggota DPRD Atty Somadikarya. Karena, menurutnya, ia tidak mempunyai salah apa-apa, tetapi kenapa membuat surat domisili itu dikatakan berbahaya dan apa alasan ia mau ikut dilaporkan juga. “Yang bikin sakit hatinya itu, karena toh kalau tidak ditandatangan saya tidak apa-apa. Memang dijelasin anggaran segini-segininya dan saya sendiri tidak paham ya anggaran mau berapa,” ujarnya.

Menanggapi hal itu, Lurah Kebonkalapa Nana Sumarna membantah hal tersebut. Karena, sebetulnya konteksnya tidak mengintimidasi, hanya mungkin kalimat yang diutarakannya tidak bisa dicerna atau dipahami sedemikian rupa, sehingga menimbulkan bahasa yang berbeda dan menimbulkan seseorang emosi. “Saya juga bingung kok kenapa nangis. Tidak ada bahasa mengintimidasi,” kata Nana.

Lebih jauh Nana menjelaskan, setiap masyarakat yang mendapatkan bantuan RTLH itu kan harus dibuatkan domisili di kelurahan. Tujuannya, untuk memastikan apakah benar warga asli, keberadaanya apakah masih tetap tinggal di tempat yang sama hingga memastikan pemberian surat domisili ini tidak ada masalah (main mata di tingkat RT dan RW). Sehingga, pihaknya harus melakukan pengecekan dulu ke lapangan. “Perlu diketahui, anggaran RTLH di 2018 ini adalah hasil pengajuan di 2015. Dengan begitu kita harus cek dulu, seperti benar tidak rumahnya masih rusak, karena kalau sudah dibangun buat apa, sehingga harus diberikan kepada yang membutuhkan. Kita juga kalau dia bener warga kita tentu akan memberikan dan tidak mempersulit pemberian surat domisili ini,” ungkapnya.

(rez/c/els)

Tags

Terkini