METROPOLITAN – Pasca pertemuan yang menyepakati soal penetapan tarif baru kepada pengemudi ojek online, yang akan mulai berlaku pekan depan, antara pemerintah pusat dengan penyedian layanan transportasi berbasis aplikasi, Rabu (28/3) di Istana Jakarta. Kesepakatan berupa kenaikan tarif ojek online Rp1.600 perkilometer menjadi Rp2.500 perkilometer ditanggapi berbagai macam reaksi dari masyarakat. Pada dasarnya, Dishub Kota Bogor tidak memiliki aturan baku terhadap keberadaan ojek online. Maka, jika pun nantinya ada kenaikan, pihaknya akan mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
Kepala Seksi Angkutan Umum Dalam Kota Dishub Kota Bogor Ari Priyono mengatakan, pada dasarnya, Dishub Kota Bogor tidak memiliki aturan baku terhadap keberadaan ojek online. Maka, jika pun nantinya ada kenaikan, pihaknya akan mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
“Memang tarif bukan pemerintah yang atur, provider yang atur. Tetapi harus tetap mengikuti rambu dari pemerintah. Kan ada aturan di angkutan umum, soal tarif itu Rp2.200 perkilometer. Maka penyesuaian bisa jadi pas. Ini juga menambah persaingan dengan angkutan umum konvensional jadi bagus,” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
Sementara itu, Pengamat Transportasi Kota Djoko Setijowarno menilai, posisi penyedia jasa aplikasi harus dipertegas, sebagai operator angkutan umum atau cukup aplikator. Serta jangan sampai dibiarkan seperti sekarang ini, yang mengaku aplikator tapi turut menentukan besaran tarif dan sistem bonus.
“Untuk menentukan besaran tarif harus ditentukan oleh masing-masing operator transportasi umum yang sudah terdaftar di Dishub Provinsi, sesuai batasan tarif yang sudah ditentukan. Artinya harus ada campur tangan pemerintah dong,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah jangan terlalu lama membiarkan perusahaan penyedia jasa aplikasi merusak sistem transportasi yang ada. Jangan hanya karena berbasis teknologi yang sedang tren, malah menghilangkan logika dan aturan. Dia berkata, pemerintah harus hadir dalam operasi transportasi umum, seperti menjamin keselamatan dengan uji berkala (kir) kendaraan online, menetapkan kuota dan tarif untuk menjamin persaingan yang sehat dan keberlangsungan usaha, mendata kendaraan online sebagai angkutan umum untuk jaminan asuransi bagi penumpang.
“Pengemudi harus dengan SIM A UMUM untuk jaminan kenyamanan pelayanan kepada penumpang. Kehadiran pemerintah untuk menjamin usaha transportasi online, namun juga masyarakat pengguna juga terjamin keselamatan, keamanan dan kenyamanannya,” terangnya.
Terpisah, salah satu pengemudi ojek online di kawasan Sukasari, Asep (25) mengatakan, kenaikan tarif ini bisa jadi pisau bermata dua bagi para driver (sebutan pengemudi ojek online, red). Sebab, bisa jadi ini menambah pundi-pundi, di satu sisi juga bisa jadi malah mengurangi jumlah pendapatan. “Kan tarif otomatis naik, harganya jadi tidak beda jauh dengan angkutan konvensional, bisa jadi lebih milih angkot dari pada ojek. Belum lagi persaingan antar driver yang makin banyak. Namun, jika cermat juga, kan kenaikan tarif juga otomatis menambah pendapatan kami, apalagi jika jaraknya semakin jauh,” tutupnya. (ryn/dik/c)