METROPOLITAN - Kesadaran para pengembang perumahan di Kabupaten Bogor dalam menyediakan lahan fasos/fasum masih rendah. Tahun 2018, Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor mencatat dari 816 perumahan ditambah 319 cluster yang tersebar di sejumlah wilayah. Namun, yang menyerahkan fasos/fasum baru 126 perumahan.
Kepala Bidang Prasarana Sarana dan Utilitas (PSU) DPKPP Kabupaten Bogor Asep Sulaeman mengatakan, para pengembang perumahan ketaatannya dalam menyerahkan fasos/fasum masih rendah. Tahun 2017 saja, hanya 23 fasos/fasum yang telah serah terima. Tahun ini, DPKPP menargetkan, 28 fasos/fasum bisa diserahkan, yang kini masih dalam proses verifikasi.
Persoalan di lapangan yang sering ditemui yakni kesulitan melacak pengembang yang sudah membangun dan laku menjual produknya. Terkadang, mereka lepas tanggung jawab sebelum menyelesaikan kewajibannya menyerahkan fasos/fasum. “Ke depan kami mencoba membuat aturan, dibuat suatu SOP. Jadi mereka tidak bisa seenaknya kabur dan ujung-ujungnya masyarakat dirugikan,”ujar Asep.
Asep menjelaskan, pihaknya secara administrasi telah menyampaikan himbauan ke pengembang yang masih belum menyerahkan fasos/fasumnya. Respon positif diperoleh dari pengembang yang masih eksis, namun lain soal dengan pengembang yang sudah tidak lagi eksis.
Terlebih, untuk PSU sudah diatur dalam Permendagri 9 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyerahan Sarana, Prasarana, Utilitas, Perumahan dan Permukiman di Daerah. Selain itu, sudah ditetapkan juga lewat Perda nomor 7 Tahun 2012, tentang Prasarana, Sarana, dan Utilitas Perumahan dan Pemukiman yang didalamnya mengatur tentang pengelolaan fasos/fasum perumahan. “Persentasenya 60 persen untuk lahan produktifnya, dan 40 persen lahan tidak produktif yang digunakan untuk PSU,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bogor, Kukuh Sri Widodo menyebut tidak mungkin seluruh fasos/fasum menjadi milik Pemkab Bogor. Tetapi, Pemkab Bogor tetap berkewajiban menagih fasos fasum dari pengembang, karena masyarakat dirugikan jika pihak pengembang tidak menyediakan fasos/fasum. Kalau jalan itu masuk desa, berarti jalan desa dan pihak desa bisa mengunakan bantuan keuangan desa. "Kalau jalan diserahkan semua, bangkrut pemda. Yang diserahkan itu sarana pendidikan, kesehatan dan sarana ibadah itu yang segera,"tukasnya.
(ads)