metro-bogor

Kang Suman Ajak Terapkan 4 Pilar dalam Bermasyarakat

Rabu, 30 Mei 2018 | 08:45 WIB

-

METROPOLITAN - Sosialisasi Empat Pilar Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) RI kembali digelar Tb Soenmandjaja. Sosialisasi dilakukan anggota DPR/MPR RI tersebut di hadapan pemuda dan beberapa tokoh pemuda dari Kecamatan Cijeruk dan Tamansari Kabupaten Bogor, kemarin. Kepada para peserta acara Sosialisasi Kang Sunman mengatakan bahwa Empat Pilar MPR itu yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesa Tahum 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. “Keempat Pilar MPR tersebut harusnya bukan hanya dihafal dan dijadikan sebagai pengetahuan semata, tetapi harus dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” kata Soenmandjaja.

Porsi terbesar implementasi itu, lanjut dia, tentunya ada di kaum muda atau generasi muda. “Kalau kita tidak bisa lagi menghargai kesatuan dan menghormati perbedaan, hancurlah bangsa ini,” ujar pria yang sudah jadi anggota parlemen zaman reformasi itu. Bahkan Kang Suman mengatakan, justru dirinya ada di dunia ini karena orang tuanya "berbeda". “Apa yang terjadi kalau kedua orang tua saya sama? Tentu saya dan bahkan kalian semua juga tidak ada akan pernah di dunia,” kata Soenman disambut gelak tawa para hadirin.

Soenman kemudian memberi contoh, misalnya Pancasila. Pancasila adalah sebuah anugerah terbesar bagi Bangsa Indonesai. Pancasila bisa mengeratkan antar sesama di Indonesia. “Ia juga menjadi pemersatu antarsuku dan bangsa di Tanah Air ini,” jelas Soenman.

Masih menurut Soenmandjaja, Pancasila itu adalah sebuah kekayaan yang tak ternilai bagi bangsa ini. Bahkan semua agama yang diakui di Indonesai bisa “berkumpul” dengan damai di bawah naungan Pancasila. Berbagai Bahasa Daerah, ragam kebudayaan, ragam kesenian dan adat istiadat bersatu dalam Pancasila. Persatuan Indonesia. “Lihat negara-negara Arab yang berbahasa satu, sama-sama berbahasa Arab, kita melihat hidup mereka kurang rukun, bahkan sering terjadi perang saudara, misalnya Iran-Irak, dan perang saudara di Suriah,” katanya.

Sementara di Indonesia, bukan cuma sekadar bahasa yang berbeda, tapi agama pun banyak yang berbeda. Tapi lihatlah mereka kokoh ada di bawah naungan Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan Sumpah Pemuda yang dideklarasikan jauh sebelum Indonesia merdeka sudah mampu mengikat bangsa Indonesia dalam Berbangsa yang Satu Bangsa Indonesa, Bertanah Air Satu Tanah Air Indonesia, dan menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia. “Luar Biasa para pemuda itu!” kata lelaki yang bertempat tinggal di Kampung Salabenda Kecamatan Kemang itu.

Soenmandjaja melanjutkan, nilai Pancasila sejalan dengan nilai agama apa pun, terutama Islam. Tidak ada satupun sila-sila dalam Pancasila yang bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itu, diharapkan masyarakat tidak menilai orang Islam yang taat menjalankan ibadahnya sebagai orang yang radikal. Sebagai wujud Bhinneka Tunggal Ika, penganut agama apa pun harus saling menghormati satu sama lain dan semua penganut agama, agama apapun, harus taat kepada agamanya. “Itulah realisasi ke-Pancasila-an kita. Itulah cara membumikan Pancasila,” ujar lelaki lulusan FH Universitas Ibnu Khaldun Bogor itu.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ruh dari Negara Hukum kita. Ia juga menjadi ruh dari semua peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan dalam Bab II pasal 7 ayat (1) bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang pertama adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesai Tahun 1945, kemudian TAP MPR RI, barulah setelah itu Undang-undang atau Perppu dan seterusnya. Dengan demikian, kata Soenman, bagaimanakah bisa mengimplementasikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Empat Pilar MPR? Tentu saja segala sesuatu itu sudah ada porsinya, mana yang menjadi domain pemerintah, mana yang menjadi kewajiban aparat hukum, dan mana yang menjadi kewajiban rakyat. Dia menambahkan bahwa implementasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 lebih kepada domain dan tanggung jawab MPR RI, pemerintah sebagai penyelenggara negara, aparatur sipil negara, aparat militer, dan lembaga hukum. Karena merekalah penentu kebijakan atas negara ini. Dan sebagai tambahan, mereka pulalah, terutama MPR RI, sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar, yang bisa mengajukan perubahan atas Undang-Undang Dasar negara kita atau lebih popular kita sebut sebagai amandemen.

Selanjutnya, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI menjadi tanggung jawab bersama. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar NRI Tahun 1945 Bab XII Pasal 30 ayat (1) yang memberikan jaminan kepada seluruh rakyat Indonesai dalam hal pertahanan-keamanan dan pembelaan negara. “Bahkan siapa yang mencintai NKRI tentunya akan menjaminkan dirinya untuk keselamatan dan keutuhan NKRI,” papar Soenman.

Pilar keempat MPR RI adalah Bhinneka Tunggal Ika. Istilah ini sudah dikenal sejak Zaman Mpu Tantular sebagai penggubah Kakawin Sutasoma. Di mana inti dari ajaran dalam Sutasoma itu adalah toleransi dalam kehidupan beragama di Indonesia. Walaupun kata Soenman jauh sebelum itu Rasulullah sudah mengajarkan kepada umat manusia untuk saling menghargai dan mencintai dengan sesama dalam bentuk ukhuwah islamiyah. “Dengan tegas Al-Quran menyatakan 'Tidak ada paksaan dalam beragama' seperti yang tertuang di Surat A-Baqarah ayat 256 dan 'Bagimu agamamu, bagiku agamaku' seperti yang ada di Surat Al Kafirun ayat 6,” pungkasnya.

(*/els)

Tags

Terkini