metro-bogor

Denda Tebang Pohon Transmart Yasmin Lebih Murah

Kamis, 7 Juni 2018 | 11:42 WIB

-

Kasus penebangan 18 pohon di Transmart Yasmin berakhir di meja sidang, kemarin. Namun keputusan hakim dianggap mengecewakan lantaran denda yang harus dibayarkan pusat perbelanjaan baru itu dianggap terlalu murah. Berbeda dengan kasus penebangan pohon di Jalan Pajajaran tahun lalu.

SETELAH lebih dari sebu­lan penyelidikan, kasus pem­bolingan pohon tanpa izin di sepanjang Jalan KHR Ab­dullah bin Nuh meninggalkan rasa kecewa, khususnya bagi pegiat lingkungan. Mel­alui sidang perkara yang dilakukan di Mako Satpol PP Kota Bogor, hakim memu­tuskan pemilik lahan bersa­lah atas pembolingan ilegal dan hanya didenda Rp20 juta plus kompensasi peng­adaan 1.160 pohon baru yang akan ditanam di beberapa titik se-Kota Bogor.

Hal yang berbeda saat Sat­pol PP menggelar sidang atas kasus penebangan enam pohon di Jalan Pajajaran, Kelurahan Sukasari, Keca­matan Bogor Timur, tahun lalu. Pemilik ruko menebang enam pohon diganjar denda Rp25 juta. Sedangkan peng­elola Transmart Yasmin yang menebang 18 pohon denda­nya lebih murah yakni Rp20 juta.

Kepala Satpol PP Kota Bo­gor, Hery Karnadi, menje­laskan, kasus kali ini ber­beda dengan kasus pene­bangan pohon ilegal yang pernah terjadi di bilangan Sukasari, beberapa waktu lalu. Jadi, jumlah denda yang diberikan pun berbeda. ”Ini sidang kedua yang pernah kami gelar soal penebangan pohon dengan proses penyeli­dikan agak panjang, makan waktu sebulan lebih. Akhir­nya kami bisa menyidangkan dan menyelesaikan masalah ini. Hakim juga memutuskan denda Rp20 juta dan kom­pensasi sejumlah pohon,” katanya di Mako Satpol PP Kota Bogor, kemarin.

Menurut dia, besaran den­da yang nilainya lebih kecil dari perkiraan denda sebesar Rp50 juta sudah melalui ber­bagai pertimbangan hakim. Pertama, pemilik lahan sudah memiliki izin atau rekomen­dasi, baik itu pusat dan pem­kot. ”Kedua, boling itu dila­kukan atas rekomendasi dari Bidang Pertamanan. Ketiga, selain denda, me­reka juga diwajibkan me­menuhi kompensasi peng­gantian pohon sejumlah 1.160 pohon,” katanya.

Hery menambahkan, den­da uang sejumlah Rp20 juta tersebut langsung masuk kas negara. Sedangkan kompen­sasi pohon nantinya jadi aset daerah. ”Kalau dulu yang di Bale Binarum didenda Rp25 juta, karena beda kasus. Itu mah tebang habis dan belum ada izin apa pun serta nggak ada niat ajukan izin. Sedang­kan ini sudah ditempuh, hanya memang pelaksanaan­nya terlalu prematur. Saat izin sedang on progres, pa­dahal kalau mau tunggu dua atau tiga hari mah bisa sele­sai,” imbuhnya.

Lalu, Kepala Bidang Per­tamanan pada Dinas Peru­mahan dan Pemukiman (Disperumkim) Kota Bogor, Agus Gunawan, mengatakan, kompensasi pohon sejumlah 1.160 pohon tersebut belum bisa terlaksana, karena ma­sih menunggu berkas laporan dari hakim yang menyidang­kan kasus itu.

Agus menambahkan, untuk 18 pohon yang terkena boling sedang dikarantina di Cire­mai dan segera dipindahkan kembali di tempat semula di Transmart Yasmin. ”Masih dikarantina. Jika sudah pulih, maka akan kami kembalikan yang 18 dulu ke tempat asal­nya. Sedangkan yang kom­pensasi belum bisa kami tindak lanjut, karena masih menunggu kepastian berkas hasil sidang. Pastinya disebar ke beberapa titik,” terangnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, Heri Ca­hyono, mengaku kecewa dengan putusan sidang ter­sebut. Menurut dia, hal itu menandakan bukti keberpi­hakan Pemerintah Kota (Pem­kot) Bogor terhadap harta rakyatnya berupa kenyama­nan dan keasrian lingkungan sangat rendah. “Saya khawa­tir nanti akan semakin ba­nyak kejahatan semacam ini yang dilakukan oknum pen­gusaha, karena sanksinya saja ringan,” katanya saat dikonfirmasi Metropolitan, tadi malam.

Pria yang juga pegiat Gera­kan Tanam Pohon itu me­nambahkan, sejak awal ia sering menyampaikan bahwa merusak lingkungan, berupa penebangan atau pemboling­an pohon tanpa izin, terma­suk kejahatan yang seharus­nya masuk ranah pidana dan dijatuhi hukuman kurungan atas pelakunya bukan beru­pa denda. “Saya berharap wali kota bisa memilih ke­pala Satpol PP yang lebih tegas dan bisa menegakkan wibawa Kota Hujan. Jika tidak, maka reputasi wali kota sen­diri yang akan runtuh, ka­rena selaku kepala daerah tak bisa mengontrol kewiba­waan pemkot,” terangnya.

Politisi Partai Golkar ini semula berharap jika me­mang harus diberikan sank­si denda, maka pelakunya harus menanam kembali pohon dalam jumlah sama, di tempat yang sama dan dengan besaran pohon yang sama pula. Itu baru bisa disebut putusan yang adil. “Buat apa uang Rp20 juta? Rakyat mah tidak butuh uang Rp20 juta, rakyat butuh po­hon untuk keberlangsung­an kehidupan kita, juga anak cucu,” tegasnya.

Ia juga mendorong ke-18 pohon yang diboling dan sedang dikarantina di pem­bibitan tanaman Ciremai harus ditanam kembali di tempat yang sama. Buatnya, pohon itu menaungi jalan sehingga jalan terasa sejuk dan meningkatkan kadar oksigen serta menyerap kar­bon dan polutan di jalan-jalan.

“Itulah yang kami harapkan, keberadaan pohon bisa men­jaga kesehatan warga. Jika nantinya ditanam di sekitar mal, kita tidak tahu ditanam di mana, bisa di belakang atau di samping. Kan sudah menjadi kewajiban mereka menghijaukan kanan kiri mal. Tapi, pohon yang sudah se­jak lama ada di jalan itu kan harta rakyat yang dirampas, sehingga harus dikembalikan ke tempat semula,” katanya.

Seperti diketahui, pada Mei 2017 ada enam pohon di Ja­lan Pajajaran, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, yang ditebang secara ilegal. Sebulan kemudian, Satpol PP Kota Bogor mela­kukan sidang tipiring dan hakim akhirnya menjatuhkan denda kepada pelaku pene­bangan pohon sebesar Rp25 juta. Denda diberikan ka­rena terbukti melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum. (ryn/c/els/py)

Tags

Terkini