Kasus penebangan 18 pohon di Transmart Yasmin berakhir di meja sidang, kemarin. Namun keputusan hakim dianggap mengecewakan lantaran denda yang harus dibayarkan pusat perbelanjaan baru itu dianggap terlalu murah. Berbeda dengan kasus penebangan pohon di Jalan Pajajaran tahun lalu.
SETELAH lebih dari sebulan penyelidikan, kasus pembolingan pohon tanpa izin di sepanjang Jalan KHR Abdullah bin Nuh meninggalkan rasa kecewa, khususnya bagi pegiat lingkungan. Melalui sidang perkara yang dilakukan di Mako Satpol PP Kota Bogor, hakim memutuskan pemilik lahan bersalah atas pembolingan ilegal dan hanya didenda Rp20 juta plus kompensasi pengadaan 1.160 pohon baru yang akan ditanam di beberapa titik se-Kota Bogor.
Hal yang berbeda saat Satpol PP menggelar sidang atas kasus penebangan enam pohon di Jalan Pajajaran, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, tahun lalu. Pemilik ruko menebang enam pohon diganjar denda Rp25 juta. Sedangkan pengelola Transmart Yasmin yang menebang 18 pohon dendanya lebih murah yakni Rp20 juta.
Kepala Satpol PP Kota Bogor, Hery Karnadi, menjelaskan, kasus kali ini berbeda dengan kasus penebangan pohon ilegal yang pernah terjadi di bilangan Sukasari, beberapa waktu lalu. Jadi, jumlah denda yang diberikan pun berbeda. ”Ini sidang kedua yang pernah kami gelar soal penebangan pohon dengan proses penyelidikan agak panjang, makan waktu sebulan lebih. Akhirnya kami bisa menyidangkan dan menyelesaikan masalah ini. Hakim juga memutuskan denda Rp20 juta dan kompensasi sejumlah pohon,” katanya di Mako Satpol PP Kota Bogor, kemarin.
Menurut dia, besaran denda yang nilainya lebih kecil dari perkiraan denda sebesar Rp50 juta sudah melalui berbagai pertimbangan hakim. Pertama, pemilik lahan sudah memiliki izin atau rekomendasi, baik itu pusat dan pemkot. ”Kedua, boling itu dilakukan atas rekomendasi dari Bidang Pertamanan. Ketiga, selain denda, mereka juga diwajibkan memenuhi kompensasi penggantian pohon sejumlah 1.160 pohon,” katanya.
Hery menambahkan, denda uang sejumlah Rp20 juta tersebut langsung masuk kas negara. Sedangkan kompensasi pohon nantinya jadi aset daerah. ”Kalau dulu yang di Bale Binarum didenda Rp25 juta, karena beda kasus. Itu mah tebang habis dan belum ada izin apa pun serta nggak ada niat ajukan izin. Sedangkan ini sudah ditempuh, hanya memang pelaksanaannya terlalu prematur. Saat izin sedang on progres, padahal kalau mau tunggu dua atau tiga hari mah bisa selesai,” imbuhnya.
Lalu, Kepala Bidang Pertamanan pada Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkim) Kota Bogor, Agus Gunawan, mengatakan, kompensasi pohon sejumlah 1.160 pohon tersebut belum bisa terlaksana, karena masih menunggu berkas laporan dari hakim yang menyidangkan kasus itu.
Agus menambahkan, untuk 18 pohon yang terkena boling sedang dikarantina di Ciremai dan segera dipindahkan kembali di tempat semula di Transmart Yasmin. ”Masih dikarantina. Jika sudah pulih, maka akan kami kembalikan yang 18 dulu ke tempat asalnya. Sedangkan yang kompensasi belum bisa kami tindak lanjut, karena masih menunggu kepastian berkas hasil sidang. Pastinya disebar ke beberapa titik,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, Heri Cahyono, mengaku kecewa dengan putusan sidang tersebut. Menurut dia, hal itu menandakan bukti keberpihakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor terhadap harta rakyatnya berupa kenyamanan dan keasrian lingkungan sangat rendah. “Saya khawatir nanti akan semakin banyak kejahatan semacam ini yang dilakukan oknum pengusaha, karena sanksinya saja ringan,” katanya saat dikonfirmasi Metropolitan, tadi malam.
Pria yang juga pegiat Gerakan Tanam Pohon itu menambahkan, sejak awal ia sering menyampaikan bahwa merusak lingkungan, berupa penebangan atau pembolingan pohon tanpa izin, termasuk kejahatan yang seharusnya masuk ranah pidana dan dijatuhi hukuman kurungan atas pelakunya bukan berupa denda. “Saya berharap wali kota bisa memilih kepala Satpol PP yang lebih tegas dan bisa menegakkan wibawa Kota Hujan. Jika tidak, maka reputasi wali kota sendiri yang akan runtuh, karena selaku kepala daerah tak bisa mengontrol kewibawaan pemkot,” terangnya.
Politisi Partai Golkar ini semula berharap jika memang harus diberikan sanksi denda, maka pelakunya harus menanam kembali pohon dalam jumlah sama, di tempat yang sama dan dengan besaran pohon yang sama pula. Itu baru bisa disebut putusan yang adil. “Buat apa uang Rp20 juta? Rakyat mah tidak butuh uang Rp20 juta, rakyat butuh pohon untuk keberlangsungan kehidupan kita, juga anak cucu,” tegasnya.
Ia juga mendorong ke-18 pohon yang diboling dan sedang dikarantina di pembibitan tanaman Ciremai harus ditanam kembali di tempat yang sama. Buatnya, pohon itu menaungi jalan sehingga jalan terasa sejuk dan meningkatkan kadar oksigen serta menyerap karbon dan polutan di jalan-jalan.
“Itulah yang kami harapkan, keberadaan pohon bisa menjaga kesehatan warga. Jika nantinya ditanam di sekitar mal, kita tidak tahu ditanam di mana, bisa di belakang atau di samping. Kan sudah menjadi kewajiban mereka menghijaukan kanan kiri mal. Tapi, pohon yang sudah sejak lama ada di jalan itu kan harta rakyat yang dirampas, sehingga harus dikembalikan ke tempat semula,” katanya.
Seperti diketahui, pada Mei 2017 ada enam pohon di Jalan Pajajaran, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Bogor Timur, yang ditebang secara ilegal. Sebulan kemudian, Satpol PP Kota Bogor melakukan sidang tipiring dan hakim akhirnya menjatuhkan denda kepada pelaku penebangan pohon sebesar Rp25 juta. Denda diberikan karena terbukti melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2006 tentang Ketertiban Umum. (ryn/c/els/py)