Di Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) yang diperingati setiap 26 Juni, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor fokus menangani pengidap HIV/AIDS yang jumlahnya semakin meningkat. Sebab, hampir 70 persen penderita penyakit mematikan ini adalah penguna narkoba.
DATA Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Bogor mencatat, tiga hingga empat pengidap HIV/AIDS meninggal dunia setiap tahunnya. Ketua KPA Kabupaten Bogor, Ahmad Hermawan, mengatakan, virus HIV/AIDS sudah menyerang anak sejak lahir. Salah satu penyebarannya memang dari jarum suntik yang dipakai bergantian antarpengguna narkoba. “Di Kabupaten Bogor ada bayi, balita yang sudah mengidap HIV. Paling banyak usia 45 tahun,” kata Hermawan kepada Metropolitan, kemarin.
Penanganan pengidap HIV/AIDS juga jadi perhatian Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kabupaten Bogor. Menurut Ketua IPSM Kabupaten Bogor Dian Firmansyah, pihaknya terlibat langsung dalam penanganan HIV/AIDS. Mulai dari langkah antisipatif sampai penanganan serta penanggulangannya. Bahkan akan membentuk Divisi Penanggulangan AIDS (DPA), dengan harapan bersama-sama pemerintah dan masyarakat meminimalisasi penyebaran HIV/AIDS dan mengoptimalkan penanganan terhadap yang sudah terlanjur teridap HIV/AIDS.
Dengan jumlah pengidap HIV/AIDS yang mencapai 1.533 orang, Dian menilai sudah sangat tinggi. IPSM harus lebih ekstra mengantisipasi karena penyebaran virus sudah tersebar di setiap 40 kecamatan di Kabupaten Bogor. “Yang paling banyak mengidap HIV/AIDS itu laki-laki ketimbang perempuan. Untuk Kecamatan Ciomas saja ada 127. Untuk laki-laki ada 86 orang dan perempuan 41 orang. Belum lagi dari kecamatan lainnya,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Bupati Bogor, Nurhayanti, mengatakan, Pemkab Bogor sudah berupaya menanggulangi HIV/AIDS. Ia mempercayakan KPA Kabupaten Bogor yang menanganinya. “Untuk penanganan virus HIV/AIDS itu ada tim yang sedang menangani. Jadi, kita serahkan saja pada tim yang sudah dibentuk,” katanya.
Sementara di Kota Bogor, setiap tahun jumlah penderita baru HIV fluktuatif. Pada 2015 ada 458 penderita baru. Tapi, jumlahnya meningkat drastis. Pada 2016 sebanyak 751 orang. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) berusaha agar tak ada penderita baru dan meninggal karena HIV. Artinya, infeksi virus yang menular lewat aliran darah ataupun cairan tubuh lainnya bisa dikendalikan dengan maksimal.
Untuk menekan angka pengidap HIV, berbagai cara dilakukan. Salah satunya mendatangi tempat-tempat perkumpulan orang yang berisiko HIV, seperti perkumpulan homoseksual, Wanita Tuna Susila (WTS) serta transgender.
Pengelola Program HIV Dinas Kesehatan Kota Bogor, Nia Yuniawati Rahmat, mengatakan, pihaknya terus memburu orang-orang yang berisiko HIV. Sudah hampir sebulan lalu pihaknya rutin memeriksa dengan cara jemput bola. Namun tak mudah bagi dinkes, sebab masih ada yang menolak diperiksa. “Tapi lebih banyak yang mau. Dibantu melobi komunitas mereka juga,” ujarnya.
Ada 24 lokasi yang disambanginya siang malam untuk menemukan penderita baru HIV. “Kadang kami pulang jam 12 malam bahkan bisa sampai jam 2 dini hari. Kan mereka malam,” terangnya. Lokasi tersebut di antaranya Jalan Juanda, Jalan Dewi Sartika dan sekitar BNR.
Selain memeriksa tiga tempat rawan penularan HIV, pihaknya juga membidik dua tempat lainnya. Tempat tersebut antara lain kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Bogor serta tempat Intravena Drug User (IDU) atau pengguna jarum suntik.
Tak hanya itu, Dinkes Kota Bogor juga rupanya menyosialisasikan ke berbagai tempat. Mulai dari hotel, restoran hingga salon. Meski kemungkinan terjadinya penularan HIV di tempat tersebut tidak besar, pencegahan harus dilakukan secara menyeluruh. “Karena ketiga tempat itu ada alat yang dipakai berkali kali,” katanya.
Seperti halnya salon, ada alat-alat tertentu seperti jarum yang ditusuk-tusukkan ke bagian tubuh pelanggan seperti akupuntur. Jarum tersebut dikhawatirkan digunakan pada orang yang mengidap HIV kemudian menular ke pelanggan yang tidak memiliki riwayat HIV.
Sedangkan restoran, khawatir peralatan makan terkena darah pelanggan. ”Misalnya ada keluar darah dari mulut pelanggan yang positif HIV bisa saja. Memang kecil kemungkinan tapi kita harus mencegah itu,” paparnya. Kalau hotel, kata Nia, desinfektan spreinya dan alat-alat lain. Selain HIV, pihaknya juga mencegah penularan penyakit seksual. Sementara untuk mengetahui pengidap HIV, Dinas Kesehatan Kota Bogor menggunakan Volunteri Conseling and Testing (VCT). (mul/b/els/py)