METROPOLITAN - Pasca menerima aduan masyarakat soal pencemaran lingkungan sungai Cisadane, di wilayah Semplak, Kecamatan Bogor Barat, yang diduga diakibatkan oleh keberadaan peternakan maggot (belatung), di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Bubulak. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) melakukan inspeksi mendadak ke lokasi tersebut. Hasilnya PT. Sahabat Tani Farm, sebagai pengelola peternakan pakan hewan itu dinyatakan belum mengantungi izin terkait lingkungan.
Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan DLH Kota Bogor, Daden Hidayat menjelaskan, dua hari lalu warga RW 2 Kelurahan Semplak mendatangi kantor DLH dan melaporkan pencemaran lingkungan, yang diduga disebabkan salah satu pertenakan. Yang paling dikeluhkan warga, kata Daden, diantaranya bau busuk yang menyengat sekeliling kampung sehingga menyebabkan gangguan pernafasan. “Air sungai juga tercemar. Sehingga beberapa warga kena gatal-gatal. Hari ini (kemarin, red) kami cek lokasi, ternyata peternakan ini belum mengantungi izin apapun terkait lingkungan,” katanya saat ditemui Metropolitan, kemarin.
Daden menambahkan, izin yang belum dimiliki untuk kelengkapan Analisas Dampak Lingkungan (Amdal) yakni dokumen UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup-Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) dan SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup). “Semua belum ada. Kini sudah turun berita acara peringatan, dan memerintahkan perusaahan dalam tujuh hari kedepan harus sudah melengkapi izin. Nanti setelah tujuh hari akan kami cek kesini lagi, kalau belum ada juga bisa ada peringatan lanjutan, hingga penutupan usaha,” ucapnya.
Mengenai keluhan warga, lanjut dia, peternakan sudah berjanji untuk mengurangi kegiatan yang paling menimbulkan bau busuk. Pada saat disidak, skema pengeoloaan penampungan akhir limbah tidak bagus. DLH pun meminta peternakan untuk mengubah sistem limbah agar tidak menyebabkan bau dan pencemaran Cisadane. “Akan dikurangi, ditutup dulu ini yang menimbulkan bau. Skema pembuangannya juga tidak boleh langsung ke sungai. Mereka menyanggupi skema pengelolaannya. Kita awasi saja, komitmen itu,” paparnya.
Sementara itu, Direktur PT Sahabat Tani Farm membenarkan usaha yang sudah dijalani sejak enam bulan lalu ini belum mengantungi izin Amdal dari DLH. Pihaknya mengaku akan segera merampungkan izin tersebut, sebelum tenggat waktu yang diberikan. Soal keluhan warga, ia juga menerangkan akan merubah skema produksi, agar limbah yang dihasilkan tidak menimbulkan bau dan mencemari air yang digunakan warga. “Akan diganti medianya. Sementara ini, untuk pengolahan limbah akan kami kurangi dan kami tutup, sampai skemanya berubah, dan tidak menimbulkan bau,” paparnya.
Ia pun mengakui kurangnya sosialisasi kepada warga menjadi penyebab kesalahpahaman. Menurutnya, warga sekitar pun diuntungkan karena ada dengan pekerja dari masyarakat sekitar. “Ada 50-an warga. Kami juga tidak mau bau terus-terusan. Makanya kami nurut. Bereskan izin sebelum waktunya, dan merubah skema pengelolaan limbah supaya tidak menganggu warga,” ujarnya.
Sebelumnya, kondisi Sungai Cisadane di wilayah Semplak, Kecamatan Bogor Barat makin memprihatinkan, lantaran adanya pencemaran lingkungan. Beberapa warga bahkan mengalami gatal-gatal dan gangguan pernapasan. Sungai yang tercemar itu diduga akibat keberadaan salah satu peternakan maggot, yang berada di RW 2, Kelurahan Semplak, Kecamatan Bogor Barat.
Ketua RW 2 Kelurahan Semplak Omang Rachman mengakui, sejak keberadaan peternakan yang ada di lokasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) tersebut, banyak warga yang mengalami ispa dan gatal-gatal. Hal itu diduga karena masih banyak warga yang menggunakan air Cisadane untuk berbagai aktivitas. “Limbahnya itu dibuang langsung ke sungai sehingga mencemari. Belakangan warga mulai gatal-gatal. Apalagi bau limbahnya itu busuk, bau kemana-mana,” ujarnya.
Omang melanjutkan, warga yang terdampak keberadaan peternakan belatung untuk pakan hewan itu tidak sedikit. Ada sekitar 2000 orang di RW dua, yang meliputi lima RT. Warga pun tidak diam saja, sudah beberapa kali melayangkan teguran dan surat ke peternakan tersebut. Namun tidak direspon. Akhirnya warga pun bersepakat untuk menolak keberadaan peternakan tersebut, sebelum jatuh korban akibat pencemaran lingkungan ini. “Ini sudah empat bulan seperti ini. Air sungai tercemar, akhirnya warga pada gatal-gatal. Belum lagi baunya. Bau busuk seperti bangkai. Apa mau didiamkan terus? Atau menunggu ada korban dulu,” kata dia.
Sementara itu, RT 2/2 Udin mengaku sudah melapor ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH), agar segera ditindak lanjuti. Jangan sampai muncul opini seolah-olah Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tutup mata dalam kasus ini, karena tidak sejalan dengan kampanye pemkot soal pemanfaatan dan kebersihan lingkungan hidup. “Intinya harus ada tindakan untuk peternakan itu,” tegasnya. (ryn/b/els)