Rencana pembangunan Terminal Baranangsiang menjadi kawasan terintegrasi atau Transit Oriented Development (TOD) masih jadi pro-kontra. Terminal Bubulak yang ditunjuk sebagai terminal pengganti dinilai kurang memadai jika menampung ratusan bus. Bahkan, lokasi terminal di Kecamatan Bogor Barat ini dianggap terlalu jauh dari akses tol.
TERMINAL Bubulak memang muncul menjadi alternatif saat pembahasan rencana TOD yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) . Baru sebatas rencana, penolakan gencar dilakukan dari berbagai elemen yang mengais rezeki di sana.
Selain luas terminal dan fasilitasnya, jarak antara Terminal Bubulak dengan pusat kota atau pintu Tol Jagorawi yang cukup jauh menjadi kendala. BPTJ sebagai pengelola terminal tipe A itu hingga kini belum memberi kepastian soal rencana tersebut.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor, Rakhmawati Oetih, mengatakan, hingga kini BPTJ masih merumuskan rencana hingga teknis-teknis pembangunan bersama pihak terkait, seperti Pemkot Bogor, komunitas di Terminal Baranangsiang dan PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI) sebagai pelaksana proyek.
“Rencananya dari BPTJ memindahkan (bus-bus) sebagian ke Terminal Bubulak, sebagian lagi tetap di Baranangsiang. Karena akan mulai dibangun. Tapi perinciannya masih belum jelas. Desainnya bisa saja masih konsep TOD. Cuma sekarang pelaksanaannya sudah sama (pemerintah) pusat. Jadi kami sifatnya menunggu,” katanya.
Dia menambahkan, pihaknya juga sudah menjalin komunikasi dengan komunitas di terminal dan Perusahaan Otobus (PO) yang beroperasi di terminal yang punya luas 21.475 meter persegi itu. “Komunikasi sudah, belum lama ini juga sudah rumuskan dengan mereka, soal rencana pembangunan, kami juga menampung aspirasinya. Nanti dari KPTB akan seperti apa. Baru beberapa hari lalu (rapatnya),” imbuhnya.
Terkait pemindahan sementara ke Terminal Bubulak, dia mengakui jika wacana itu belum ada kepastian apa pun. Kajian masih dikerjakan melihat kondisi terminal saat ini, lalu hitung-hitungan kapasitas dan jarak tempuh bus-bus yang nanti mengisi terminal di perbatasan Kota Bogor itu. “Baru alternatif awal. Sebab kan sebetulnya bisa dimana saja. Secara luasan memang cukup, tetapi kita harus perhatikan juga, terminal itu kan sudah ada isinya, nah nanti kalau kita tambah disitu, ya bagaimana operasionalnya,” ucapnya.
Selain itu, kata Rakhmawati, jarak dari terminal Bubulak menuju pusat kota atau pintu tol Jagorawi juga menjadi masalah tersendiri, karena terbilang cukup jauh. Sebagai contoh, dari Bubulak ke Terminal Baranangsiang atau pintu tol Bogor saja sekitar 12 kilometer. Sedangkan dari Bubulak ke pintu Tol Bogor Outer Ring Road (BORR) saja sekitar 10 kilometer. “Nah itu yang berat. Lokasi cukup memadai, cuma kan rutenya itu (agak jauh). Makanya masih dikaji, hitung-hitungan. Masih juga mencari beberapa alternatif lainnya. Sedang berjalan tahapannya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komunitas Pengurus Terminal Baranangsiang (KPTB) Bogor, Teddy, Irawan tetap menolak adanya pemindahan sementara Terminal Baranangsiang ke Terminal Bubulak. Apalagi, rencana tersebut muncul ke permukaan tanpa adanya pembicaran. “Kami menolak dipindah. Rasanya ada kesewenangan terjadi. Tiba-tiba muncul wacana itu tanpa ada pembicaraan. Hingga kini, BPTJ saja belum sekalipun menghubungi, atau diskusi dengan kami. Sebagai pengelola terminal, kami merasa dilangkahi,” kata Teddy, kemarin.
Dia pun mengemukakan alasan kuat soal penolakan KPTB dan warga terminal. Pertama, KPTB dan warga jelas-jelas menolak dibangunnya TOD di Terminal Baranangsiang. Lalu, kaitan pemindahan sementara ke Bubulak, mereka mempertanyakan terkait jarak yang jauh jika terminal ini dipindah ke Terminal Bubulak. Jarak Terminal Bubulak dari Tol Jagorawi sekitar 12 kilometer. Sedangkan Terminal Baranangsiang berada persis di depan tol tersebut. Alhasil, PO maupun sopir harus menghitung ulang, soal biaya untuk bahan bakar serta waktu tempuhnya.
Belum lagi soal gap luasan antara terminal Bubulak dengan terminal Baranangsiang. Terminal Bubulak hanya memiliki luas 8.000 meter persegi, dengan daya tampung 200-an unit angkot. Sedangkan Terminal Baranangsiang luasnya 21.000 meter persegi, dengan daya tampung sebanyak 400 bus. ”Belum lagi, di sana kan sudah ada PO sendiri. Nanti kalau kita masuk, memang muat? Belum tentu juga mereka mau menerima kita,” paparnya.
Oleh sebab itu, penolakan soal rencana pembangunan dan relokasi terus digaungkan KPTB bersama warga terminal lainnya, mulai dari pedagang asongan, sopir hingga kernet. “Lebih dari seribu orang mencari nafkah di sini, mana mau pindah jauh seperti itu. Itu harus terpikirkan,” pungkasnya. (ryn/c/els/py)