Ada pemandangan baru jika Anda berjalan di sepanjang Jalan Otto Iskandardinata, Jalan Suryakencana hingga Jalan Siliwangi. Sebuah benda dengan tinggi sekitar dua meter yang didominasi warna merah terpasang di beberapa titik. Rupanya itu adalah Terminal Parkir Elektronik (TPE) yang akan diujicobakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Meski sudah terpasang, mesin parkir tersebut belum bisa digunakan warga. Sudah hari ke-6 Agustus, uji coba penerapan TPE belum juga dilakukan. Padahal sejak Minggu (5/8), 18 mesin TPE sudah terpasang. Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor Rakhmawati Oetih mengatakan, ada tiga TPE sudah dipasang di Jembatan Otista atau di sekitaran Apotek Berbakti. Lalu, mulai di awal Jalan Suryakencana, tepat depan eks Toko Bata, sudah terpasang 15 mesin TPE, dengan jarak kurang lebih 10-15 meter antara satu mesin dengan mesin lainnya. Mesin terakhir berada di Jalan Siliwangi, sekitaran kantor Bank BJB. Total, ada 18 mesin TPE yang sudah terpasang. “Sudah dipasang, tapi memang belum diaktifkan, belum bisa diuji coba. Masih menunggu proses MoU antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, dengan dua bank yang kerja sama mengelola keuangan parkir, yakni Bank BRI dan Bank BJB. Tinggal nunggu itu saja,” katanya saat ditemui Metropolitan, di Balai Kota, kemarin. Ia menargetkan, proses perjanjian bisa segera dirampungkan secepatnya agar waktu uji coba bisa segera direalisasikan. Apalagi, pemkot menargetkan Agustus ini mulai uji coba, selama empat bulan hingga Desember nanti. “Pemasangan sudah, masih ada beberapa perapihan lah, nah kami menunggu rampungnya perjanjian. Setelah itu, lalu kita setting alat, bisa langsung dioperasikan setelahnya. Targetnya bulan ini bisa jalan,” paparnya. Soal tarif, Rakhmawati mengaku pemkot tengah menyusun tarif baru untuk bisa menikmati parkir di dua jalan utama tersebut. meski begitu, ia masih enggan membeberkan berapa tarif baru yang nanti akan diterapkan. Saat ini, beberapa titik seperti Jalan Suryakencana dan sebagian Jalan Siliwangi, menerapkan zona parkir khusus, di mana mobil di tarif Rp5 ribu dan sepeda motor Rp2 ribu. “Persisnya nanti lah, menunggu selesai proses. Secara teknis sudah siap, jika nanti Mou selesai, langsung uji coba, tuntaslah,” ujarnya. Nantinya, tiap pengendara yang akan memarkirkan kendaaraannya di Jalan Otista dan Jalan Suryakencana, harus men-tap kartu e-money saat pertama masuk. Nanti ketika tapping kedua, baru ketahuan brapa jam dia parkir dan berapa biayanya. “Makanya selama uji coba tetap dibantu petugas, 17 jukir, dibekali kartu juga, dia yang tap. Antisipasi yang belum punya e-money saat uji coba hingga Desember nanti,” ucapnya. Terpisah, Kepala Bidang Sarana Prasarana Dishub Kota Bogor Dody Wahyudin menuturkan, tahapan pemasangan sudah dilakukan bertahap, mulai dari pemasangan tembok penyangga mesin, hingga pemasangan mesin pada terminal. “Baru hardwarenya, setelahnya nanti baru software dipasang, disetting,” katanya. Dody memastikan kalau dengan kebijakan baru ini, pemerintah bakal memangkas jumlah juru parkir (jukir). Dari semula ada 40 jukir nanti hanya 17 orang yang akan diperbantukan sebagai operator. Pada tahap awal uji coba, kartu akan dipegang juru parkir, dan bertugas men-tap-kan kartu bagi warga yang belum punya kartu e-money, hingga memarkirkan kendaraan. “Targetnya, dari uji coba ini ada peningkatan PAD, hingga Rp200 juta. Dari sektor parkir itu kan sekarang targetnya Rp2,3 miliar. Nah diharapkan bisa sampai Rp2,5 miliar setelah uji coba ini. Kalau positif, kami usulkan di titik parkir lainnya se-Kota Hujan,” imbuhnya. Bukan cuma menaikkan PAD, Dody berkeyakinan dengan adanya mesin ini maka pengeluaran untuk membayar juru parkir akan berkurang. Idealnya, ada 34 orang jukir yang bertanggung jawab pada TPE-TPE itu, melalui sistem bergantian atau shift. Namun untuk uji coba hingga Desember ini kan terbentur anggaran. Sebab, ke-17 jukir itu nantinya digaji melalui skema Pekerja Kontrak Waktu Terbatas (PKWT). Bukan lagi sukarela seperti sekarang. Kedepannya, tidak ada lagi uang di lapangan, tetapi para jukir diberi gaji untuk membantu pengendara dan pengoperasian TPE. Ini juga sebagai bentuk pemutus asumsi masyarakat soal adanya kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor parkir, terlebih masalah parkir liar. “Nanti kan uangnya langsung disetor ke Bank yang kerjasama, sistemnya sama seperti e-Tol. Jadi tidak ada uang berseliweran di lapangan. Menghindari anggapan uang parkir liar dijalanan,” paparnya. Namun, kebijakan ini dikritisi Pengamat Transportasi Kota Djoko Setijowarno. Dia berpendapat, kebijakan Dishub Kota Bogor mengadakan mesin parkir elektronik di jalan utama kota, dinilai tidak akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap angka parkir liar. Idealnya, mesin parkir elektronik itu bakal efektif jika dipasang di tempat-tempat tertutup. Misalnya gedung parkir, dan bukan untuk street parking. “Ditempat terbuka, menuntut kejujuran petugas. Potensi kebocoran (PAD) tetap ada,” katanya. Pemkot Bogor, kata Djoko, seharusnya mengurangi kantung-kantung parkir di sisi jalan utama. Sebab, beban lalu lintas di jalur tersebut bakal bertambah. Kebijakan ini pun dianggap bukan solusi mengatasi kemacetan, apalagi parkir liar hingga kebocoran PAD dari parkir. “Dihindari seminim mungkin parkir tepi jalan. Apalagi jalan nasional, jalan provinsi, dilarang aktif parkir di bahu jalan, sesuai Undang-Undang Keselamatan Lalu Lintas pada LLAJ,” pungkasnya. (ryn/c/els/py)