METROPOLITAN – Sejak Februari 2018, Terminal Baranangsiang di Kecamatan Bogor Timur menjadi Terminal Tipe A. Di mana pengelolaannya di bawah pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Pengambil-alihan itu seiring dengan rencana revitalisasi di terminal yang sudah ada sejak 1970-an dan menjadi wilayah terintegrasi atau Transit Oriented Development (TOD) yang hingga kini masih belum jelas karena berbagai kendala. Belum lagi rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merencanakan akan menembuskan Light Rail Transit (LRT) untuk masuk ke terminal dengan luas 21.415 meter persegi pada 2020 mendatang. Ketidakjelasan pembangunan itu sejalan belum adanya kesepakatan antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dengan pemerintah pusat. Wali Kota Bogor Bima Arya mengatakan, dirinya menolak jika nantinya proyek LRT yang masuk ke Kota Bogor, berakhir di Terminal Baranangsiang. Sebab, beban pergerakan massa akan menumpuk di wilayah tersebut dan membuat krodit. “Kalau pemerintah pusat kan inginnya di Terminal Baranangsiang. Kita nggak mau, bila disana semua akan terpusat dan di kawasan tersebut, bakal stuck, karena semua bakal menyerbu kesitu,” kata Bima saat ditemui Metropolitan, kemarin. Politisi PAN ini kekeuh jika nantinya LRT masuk Kota Hujan, harus berakhir di stasuin akhir di Tanahbaru, Kecamatan Bogor Utara. Untuk mengurangi beban pergerakan massa di tengah kota. “Mereka melobi sekarang itu, LRT masuk dulu ke Kota Bogor, masuk ke Terminal Baranangsiang, nah setelah jadi baru kemudian dilanjutkan untuk berakhir di Tanahbaru,” ucapnya. Sebelumnya diberitakan, kondisi Terminal Baranangsiang di Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor hingga kini boleh disebut memprihatinkan. Baik dari segi fisik bangunan atau pengelolaan. Bahkan, rencana revitalisasi terminal yang sudah ada sejak 1970 silam, belum juga terealisasikan. Konsep pembangunan yang akan menjadikan terminal menjadi kawasan terintegrasi atau Transit Oriented Development (TOD), semakin tidak jelas. Berbagai kendala, diantaranya soal kepastian desain dan penolakan masyarakat yang mengais rezeki di terminal seluas 21.415 meter persegi itu belum bisa terpecahkan. Kepala Terminal Baranangsiang Dedi Humaidi mengakui, hingga kini belum ada kejelasan terkait proyek TOD di Terminal Baranangsiang. Sebab, belum ada kesepakatan baik dari Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), pemerintah daerah, hingga pihak-pihak yang ada di terminal yang masuk kategori tipe A itu. “Belum ada, karena belum ada kesepakatan dari beberapa pihak yang ada di terminal. Makanya sekarang masih penjajakan lah. Kami (BPTJ, red) juga kan mengelola disini baru hitungan tiga bulanan, masih mendengar keluhan-keluhan dilapangan yang selama ini ada,” kata Dedi saat ditemui Metropolitan, kemarin. (ryn/b/yok)