CIBINONG – Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, meluncurkan buku berjudul ’Kujang Pasundan’ yang ditulis bersama empu atau pembuat keris Basuki Teguh Yuwono di gedung Tegar Beriman, kemarin. Buku ini diharapkan mampu menjadi edukasi di tengah eksistensi Kujang yang masih kurang terekspos. Padahal, Kujang merupakan produk budaya masyarakat Sunda yang memiliki peran penting.
Selain peluncuran buku, sejumlah Kujang juga dipamerkan dalam acara itu. Bahkan, banyak masyarakat berbagai kalangan yang ikut hadir nampak antusias melihat senjata khas masyarakat Sunda tersebut. Fadli Zon menceritakan, buku ini merupakan cita-citanya sejak lama. Bahannya diperoleh dari penelusuran dan riset yang cukup panjang dikombinasikan dengan artefak yang ditemukan.
“Buku ini hasil penelusuran dari naskah yang tersedia, dari artikel yang pernah ditulis, dari serat-serat atau naskah-naskah lontar dan kajian dari sarjana Belanda. Kemudian dikombinasikan dari artefak yang ditemukan, baik koleksi saya, koleksi Pak Basuki, dari museum-museum dan tempat lain. Kami ramu ini menjadi buku kajian tentang sejarah Kujang hingga ragam-ragamnya,” kata Fadli Zon usai peluncuran.
Lelaki yang juga menjabat Ketua Umum Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI) ini berharap, buku ’Kujang Pasundan’ bisa menjadi bagian edukasi. Meski bisa dikatakan belum sempurna, buku ini merupakan kajian akademik yang menurutnya merupakan buku Kujang terlengkap dari sisi kajian.
“Buku ini jadi semacam trigger. Jadi ’Kujang Pasundan’ kami bentuk dari sebuah kesadaran bahwa perlu ada pelestarian terhadap Kujang. Kalau buku keris sudah mulai banyak, kami juga menulis tentang keris, tapi belum pernah ada yang menulis soal ’Kujang Pasundan’,” terangnya.
Menurut Fadli Zon, proses pembuatan buku ini memakan waktu hingga dua tahun. Meski demikian, pengumpulan seumbernya dilakukan sudah sejak lama. Kesulitan memperoleh sumber menjadi salah satu faktor yang membuat buku ini selesai dalam waktu yang cukup lama.
“Terus terang sumbernya sulit. Karena itu tadi, Kujang agak berbeda dengan keris, artefaknya lebih susah. Kalaupun kami dapatkan, variannya biasanya hampir sama. Untuk mendapatkan motif atau bentuk Kujang juga sulit, karena variannya banyak sekali,” ungkapnya.
Melalui peluncuran buku ini, dirinya berharap dapat ikut melestarikan budaya Kujang dari masa lalu hingga sekarang. Peluncuran ini juga menjadi wadah bagi para seniman dan budayawan Sunda untuk terus berkarya.
“Mereka (Budayawan dan seniman) adalah aset kemajuan bangsa,” pungkasnya. (fin/b/yok/py)