METROPOLITAN – Rencana perbaikan Jembatan Otto Iskandardinata (Otista), Kecamatan Bogor Tengah, yang tengah digarap Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor belakangan jadi sorotan dan dikritisi berbagai pihak.
Ketua Komisi III DPRD Kota Bogor, Sendhy Pratama, mengatakan, hingga kini pihaknya belum mengetahui secara jelas soal rencana pelebaran dan perbaikan jembatan tersebut. Termasuk soal Detail Engineering Design (DED) jembatan Otista. Sehingga politisi Partai Hanura itu belum bisa menyimpulkan terkait mahal atau tidaknya anggaran yang sedang diajukan Pemkot Bogor ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) tersebut.
“Kami belum melihat DED-nya seperti apa. Patokan anggaran itu termasuk besar atau kecil kan tergantung perencanaan DED-nya. Itu dulu saja, baru bisa dinilai mahal tidaknya,” terangnya.
Ia merasa setuju dengan wacana perbaikan Jembatan Otista. Sebab, konsekuensi dari kebijakan jalur Sistem Satu Arah (SSA) yang diterapkan di sekeliling Kebun Raya Bogor (KRB) dan Istana Bogor harus diikuti dengan lebar jalan yang optimal. Salah satunya dengan optimalisasi di lingkar SSA, yakni pelebaran dan perbaikan Jembatan Otista serta Jembatan Sempur.
“Tapi, Pemkot Bogor juga harus aktif dalam meminta bantuan, baik dari pemprov maupun pemerintah pusat. Harus komunikatif, selaras dengan perencanaan yang baik, dapat mempermudah percepatan pembangunan,” ujarnya.
Sebelumnya, rencana perbaikan dan pelebaran Jembatan Otto Iskandardinata (Otista) di Kecamatan Bogor Tengah sedang digodok Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Jembatan yang ditengarai menjadi ‘biang keladi’ kemacetan di sekitaran Tugu Kujang, baik dari Terminal Baranangsiang maupun mal Lippo Kebun Raya itu bakal direnovasi dengan anggaran Rp40 miliar. Anggaran tersebut kini tengah diajukan pemkot kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.
Akan tetapi, jumlah yang fantastis ini menjadi sorotan banyak pihak. Di antaranya Ketua Forum Pemerhati Jasa Konstruksi dan Pembangunan (FPJKP) Kota Bogor Thoriq Nasution yang mengatakan bahwa anggaran yang tengah diajukan pemkot dianggap terlalu besar. Sebab, melihat konstruksi jembatan masih terhitung layak dan belum perlu diperbaiki dengan anggaran besar.
“Angka itu terlalu besar. Kalau untuk solusi kemacetan karena ‘bottle neck’ di Jalan Otista, harusnya bukan pekerjaan pelebaran atau perbaikan jembatan. Cukup dibangun trotoar di atas jembatan,” katanya saat ditemui Metropolitan di Balai Kota Bogor, kemarin.
Menurut dia, trotoar yang ada sekarang di atas jembatan seharusnya bisa dimaksimalkan menjadi badan jalan. Sehingga volume lebar jalan bisa bertambah dan menyesuaikan badan jalan yang ada, sebelum dan setelah jembatan. “Lebarnya kan ada sekitar tiga meter. Jadi bisa diubah, trotoar yang ada, menjadi badan jalan. Seharusnya nama pekerjaannya bukan perbaikan jembatan, tapi pekerjaan trotoar,” paparnya. Untuk itu, sambung dia, anggaran yang ada bisa ditekan dan dialihkan pada proyek yang lebih dibutuhkan dengan segera.
“Terlalu besar dan mengada-ngada itu anggarannya. Secara konstruksi (jembatan, red) masih bagus. Harusnya cuma pekerjaan trotoar. Paling cuma setengahnya dari Rp40 miliar juga nggak sampai,” katanya. (ryn/b/yok/py)