METROPOLITAN – Pelayanan kesehatan di Kota Bogor kembali bermasalah. Kali ini menimpa pasien BPJS PBI asal Kampung Kelapatiga, Kelurahan Mekarwangi, Kecamatan Tanahsareal, yakni Siti Khodijah (48). Untuk mendapatkan tempat tidur rawat inap di RS Islam, dirinya terpaksa harus menunggu berjam-jam. Pihak rumah sakit beralasan ruang kelas 3 dan 2 penuh. Ketika dicek, ternyata masih ada ruang kosong.
Keluarga pasien, Desi Arsanti, mengatakan, keluarganya harus mengalah lantaran ruangan telah di-booking pasien lain. Padahal, ia bersama Khodijah datang ke RS Islam sejak pukul 14:00 WIB dan pasien diperiksa di IGD. Karena sudah menunggu lama, ia memberanikan diri mengecek langsung ke ruangan kelas 3. Ternyata ada satu tempat tidur nomor 11 yang kosong. “Ketika saya balik lagi ke UGD, pihak rumah sakit bilang bahwa ruangan kelas 3 sudah penuh. Sedangkan ruangan yang kosong untuk pasien datang lebih dulu,” terang Desi saat ditemui Metropolitan, kemarin.
Ketika tempat tidur pasien kelas tiga kosong, sambung dia, seharusnya bisa ditempatkan sementara di kelas dua. Saat dicek ruang untuk kelas 2 ada empat tempat tidur yang kosong. Tapi dari perawat beralasan satu tempat tidur laki- laki kosong, dua tempat tidur perempuan dengan alas sedang diperbaiki dan satu sudah di-booking pasien lain. “Ini kan aneh,” katanya.
Mendengar adanya aduan masyarakat terkait hal itu, Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya, langsung mendatangi lokasi. ”Yang namanya rumah sakit harus mengedepankan sisi kemanusiaan. Apalagi ada bahasa tempat tidur sudah di-booking,” tegasnya. Padahal, jelas dia, saat dicek kelas 3 dan 2 masih ada kamar yang kosong. Itu dibuktikan keluarga pasien. “Masyarakat harus bisa dilayani maksimal, bukan diabaikan. Mestinya ketika kelas 3 penuh, kelas 2 kosong sang pasien bisa dititipkan dulu. Baru nanti dpindahkan lagi,” bebernya.
Atty menegaskan, rumah sakit bukanlah hotel yang berorientasi pada keuntungan semata. Rumah sakit itu untuk memperjuangkan nyawa seseorang. Ia mengaku prihatin dengan kondisi yang terjadi. “Kita cek ruangan di kelas dua masih ada yang kosong. Yang katanya sedang dicat pihak rumah sakit, ternyata tidak ada bekasnya. Ini kan aneh, seharusnya penanganan pertama harus diutamakan,” ungkapnya.
Atty pun meminta rumah sakit transparan terkait jumlah kamar yang kosong dan penuh. Termasuk adanya rencana pasien yang hendak pulang. Sehingga pasien ada kepastian, bukan malah dirujuk ke tempat lain. Apalagi, kondisi sang nenek sudah sepuh. ”Jadi harus transparan, jangan sampai pasien merasa dipingpong pihak rumah sakit. Saya sudah tujuh kali telepon dinkes, tapi tidak direspons. Saya juga akan panggil kadinkes agar menindaklanjuti pihak rumah sakit,” bebernya.
Sementara itu, Wakil Direktur RS Islam, Dewi Wiyana, membantah pihaknya menahan pasien untuk tidak masuk ke kelas dua. ”Ruangan itu sedang dicat ulang dan diperbaiki, karena bocor. Jadi, saat ada yang kosong langsung direnovasi. Sebab yang namanya rumah sakit 7 hari 24 jam selalu penuh,” katanya.
Disinggung mengenai ruangan yang telah di-booking, ia menegaskan bahwa itu terjadi karena ada jadwal operasi atau tindakan hemodialisa. ”Jadi, sudah dijadwalkan sebelumnya. Kalau soal kapan pasien masuk, itu tergantung pasiennya. Yang pasti, kalau kamar penuh pasien bisa dirujuk ke tempat kosong. Prosedurnya kalau sudah enam jam di IGD belum ada ruangan bisa dirujuk ke ruangan lain,” tukasnya. (ads/c/yok/py)