METROPOLITAN - Beberapa hari jelang akhir tahun anggaran 2018 sekaligus masa berakhirnya jabatan Bupati Bogor Nurhayanti, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor belum juga merampungkan beberapa proyek strategis pembangunan fisik. Tercatat ada enam proyek yang terancam molor dari waktu yang telah ditentukan pada saat kontrak.
Kondisi ini memancing reaksi berbagai pihak. Pengamat anggaran politik yang juga Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, berpendapat potensi molornya beberapa proyek alias rampung melewati batas masa kontrak perlu mendapat perhatian serius. Terlebih memicu potensi munculnya citra negatif di akhir masa kepemimpinan bupati.
Bahkan, ia merasa perlu agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) turun tangan untuk ikut memantau dan mengaudit proyek-proyek dengan biaya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2018 itu, terkait berbagai dugaan yang muncul karena pekerjaan proyek yang jauh dari harapan.
”Dibutuhkan BPK untuk audit proyek-proyek tersebut, karena ada dampak dari molornya penyelesaian pekerjaan proyek,” katanya saat dihubungi Metropolitan, kemarin.
Menurutnya, ada berbagai kemungkinan dampak dari persoalan ini. Misalnya jika nantinya ada keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan, harus ada sanksi yang dikenakan kepada kontraktor atau penyedia jasa, dalam bentuk denda per hari.
”Belum lagi kalau-kalau ada kekurangan dalam pekerjaan, maka itu harus dibawa ke ranah hukum. Makanya dibutuhkan BPK untuk diaudit atas proyek tersebut,” paparnya.
Sebelumnya diberitakan, jelang berakhirnya tahun anggaran 2018, kinerja Pemkab Bogor kembali menuai sorotan. Apalagi Bupati Bogor Nurhayanti bakal segera mengakhiri masa jabatannya per 30 Desember. Tercatat ada beberapa proyek strategis dengan biaya miliaran rupiah dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang belum juga rampung.
Ada enam proyek pembangunan fisik, baik renovasi atau pembangunan baru yang saat ini masih dalam proses pengerjaan. Di antaranya renovasi Masjid Baitul Faizin di bagian interior dan lanskap sebesar Rp4,4 miliar, renovasi tahap kedua gedung Sekretariat Daerah (Setda) Rp26 miliar dan pembangunan gedung Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD Kabupaten Bogor Rp13 miliar.
Selain itu, ada pula pembangunan gedung Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) sebesar Rp20 miliar, kantor Kelurahan Pakansari Rp1,7 miliar dan pedestrian Jalan Tegar Beriman sebesar Rp2,7 miliar.
Hal itu pun menjadi perhatian Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Adang Suptandar. Menurut Adang, pemkab tak akan gegabah dalam penyerapan anggaran tahun ini, apalagi soal pembayaran pekerjaan fisik kepada penyedia jasa atau kontraktor. Pihaknya akan melakukan evaluasi pekerjaan di lapangan terlebih dulu sebelum melakukan pembayaran.
Mengingat waktu semakin mepet dan pekerjaan belum juga rampung, evaluasi akan dilakukan sebelum mengambil keputusan soal apakah pembayaran hasil pekerjaan sesuai presentase atau memberi kesempatan kontraktor menyelesaikan pekerjaan dengan batas waktu tertentu.
”Nanti kami lihat dulu. Dievaluasi dulu. Kalau tidak memungkinkan, bayar sesuai hasil pekerjaan. Kalau tidak selesai. Toh uangnya kan kembali lagi kas daerah,” ungkapnya.
Memasuki pekan terakhir Desember ini, penyerapan anggaran pada pos belanja langsung masih jauh di bawah anggaran pos belanja tidak langsung. Pihaknya mencatat penyerapan anggaran belanja APBD 2018 baru di kisaran 64 persen. Sedangkan penyerapan anggaran belanja tidak langsung sudah mencapai 94 persen.
Banyaknya proyek strategis dengan anggaran miliaran yang kini belum juga rampung dan bisa dinikmati masyarakat, menjadi penyebab penyerapan anggaran masih jauh dari harapan. “Belum selesai, jadi belum dibayar dan belum terserap. Banyak, jadi tingkat serapannya masih jauh. Tapi nanti kami juga nggak mau asal terserap. Harus melihat sisi efisiensinya juga. Makanya harus dievaluasi,” pungkasnya. (ryn/c/yok/run)