METROPOLITAN - Rencana dilakukannya merger (penggabungan, red) antara Terminal Bubulak dan Laladon, mendapat penolakan dari DPRD Kota Bogor. Hal ini dikatakan Ketua Komisi III DPRD Kota Bogor, Mahpudi Ismail, saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, kemarin. “Seharusnya keberadaan Terminal Bubulak itu harus tetap dipertahankan, karena sudah mengakar di Kota Bogor,” katanya. Mahpudi meminta Pemkot Bogor tetap mempertahankan Terminal Bubulak karena pelbagai kegiatan operasional angkutan di sana masih berjalan. “Di sana itu ada angkot, bus Trans Pakuan dan APTB. Selain itu, Terminal Bubulak juga menjadi salah satu lokasi potensi PAD di Kota Bogor,” bebernya. Jika Terminal Bubulak dihilangkan, otomatis PAD di Kota Bogor akan berkurang. Masalah itu harus dipikirkan, jangan sampai merger malah menghilangkan potensi PAD. “Meski saat ini untuk sarana dan prasarana Terminal Bubulak kurang memadai. Pemerintah seharusnya renovasi di sana,” katanya. Sebelum dilakukan merger terlebih dulu, maka harus ada kajian mendalam dan komprehensif, seperti aspek sosial dan lainnya. “Saya rasa Pemkot Bogor harus lebih hati-hati dan jeli dalam memutuskan soal merger terminal itu. Kami di dewan sampai saat ini belum mengetahui kaitan rencana itu dan nanti akan ditanyakan ke Pemkot Bogor,” tukasnya. Sebelumnya diberitakan, rencana digabungnya Terminal Bubulak dan Laladon rupanya mendapat penolakan dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor. Hal ini dikatakan Ketua Organda Kota Bogor, Moch Ischak, saat ditemui wartawan koran ini, kemarin. Menurut dia, kondisi Terminal Bubulak yang saat ini tidak terurus dan semrawut, lebih baik dibenahi bukan malah digabung atau dihilangkan. “Jika pemkot bisa mengelola Terminal Bubulak dengan baik, itu malah bisa meningkatkan PAD Kota Bogor. Sayangnya, kondisi terminal perbatasan antar-Pemkot Bogor dan Kabupaten Bogor saat ini kondisinya memprihatinkan dan tidak urus,” kata Ischak. Menurut dia, wali kota Bogor seharusnya memperbaiki sarana dan prasarana Terminal Bubulak, bukan malah menghilangkannya dengan cara penggabungan dua terminal. Ketika Terminal Bubulak dan Laladon digabung, otomatis tipe terminal naik menjadi tipe B dan pengelolanya oleh Pemprov Jabar. “Kalau sudah diambil Pemprov Jabar, dampaknya Pemkot dan Pemkab Bogor bakal kehilangan PAD,” ungkapnya. Jika melihat sejarah pembangunan kedua terminal, sambung dia, di wilayah tersebut pertama kali dibangun itu Terminal Bubulak baru kemudian Terminal Laladon. ”Saya berharap keberadaan Terminal Bubulak dipertahankan, bukan malah dihilangkan karena bisa menghilangkan PAD Kota Bogor, “ tegasnya. Sementara itu, seorang sopir angkot 05 jurusan Bubulak-Leuwiliang, Sarwa, mengungkapkan, dengan adanya izin pembangunan pasar menjadikan Terminal Laladon belum memiliki legalitas. Sebab, izin Terminal Laladon itu awalnya pasar, tapi kini malah menjadi terminal. “Awalnya cuma terminal bayangan karena ada pasar, tapi kini malah menjadi terminal beneran,” bebernya. Sarwa menjelaskan, Terminal Bubulak sampai saat ini masih sepi penumpang dikarenakan akses jalannya melewati perkampungan. Sehingga masyarakat maupun penumpang lebih memilih Terminal Laladon yang jalannya lebih memudahkan penumpang untuk sampai ke tujuan. “Pertama akses di Laladon lebih berjalan, lebih mudah, tinggal lurus melewati jalan provinsi, kalau kita masuk ke Sindangbarang masyarakat tidak mau, pertama dari jalannya banyak perkampungan,” katanya. Menurut Sarwa, para sopir berharap dan lebih setuju, terminal tersebut dijadikan satu demi memudahkan akses jalan untuk memudahkan masyarakat Bogor. “Lebih setuju terminal salah satu saja antara Bubulak atau Laladon. Harapannya dari segi fasilitas jalannya lebih diperbaiki, misalnya lampu dan jalannya,” pungkasnya.(ads/c/yok/py)