METROPOLITAN – Buntut kekecewaan Bupati Bogor, Ade Yasin, soal proyek Masjid Baitul Faizin yang dinilai lebih buruk dari bangunan lama rupanya berbuntut panjang. Berbagai pihak meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Kejaksaan Negeri (Kejari) mengusut kejanggalan dalam proyek dengan nilai total Rp26 miliar itu lantaran ada dugaan korupsi.
Kesesuaian jumlah anggaran yang diserap dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dengan mutu kualitas material yang ada menjadi sorotan. Hal itu dianggap harus benar-benar dikaji dari hasil pekerjaan masjid di pusat pemerintahan Bumi Tegar Beriman itu. “Makanya harus segera diminta aparat penegak hukum, ya BPK lah hingga kejaksaan segera turun tangan menyelidiki proyek yang sempat mangkrak ini,” terang Wakil Ketua Bidang Konstruksi pada Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kabupaten Bogor, Ali Hakim, kemarin. Menurut Ali, munculnya kekecewaan dari banyak kalangan, petinggi pemerintahan sampai warga biasa bisa saja terdapat indikasi aspek kerugian negara. Apalagi, alasan yang mengemuka adalah kualitas bangunan yang dianggap tidak lebih baik dari bangunan lama, bahkan lebih buruk. Walaupun elemen rekam jejak kontraktor proyek yang tengah mengerjakan pekerjaan dianggap tidak terlalu penting, lebih prioritas menggali kesesuaian mutu hasil bangunan dengan anggaran yang diserap. “Dari sisi kualitas material, dengan hasil eksisting-nya, diduga iya, ada dugaan ke arah sana. Makanya BPK sama kejaksaan harus segera masuk,” katanya. Aparat penegak hukum, sambung dia, harus segera meneliti dan mendalami kesesuaian anggaran dengan hasil pembangunan untuk mengungkap indikasi dari ada tidaknya aspek kerugian negara dalam proyek yang kini memasuki masa perpanjangan itu. Bahkan, mantan Sekda Kabupaten Bogor, Adang Suptandar, nyatanya merasakan kekecewaan yang sama. Pria yang kini menjabat Auditor Utama pada Inspektorat ini merasa kualitas bangunan menelan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp26 miliar tidak bagus. “Secara struktur bangunan lama itu lebih kokoh. Kualitas bangunan (sekarang) nggak bagus. Tidak cuma bupati atau dewan, termasuk saya yang setiap hari salat di sana, lihat kondisinya sangat kecewa,” terang Adang. Sebelumnya, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) seolah ketiban pulung atas desain bangunan masjid Baitul Faizin yang banyak dicibir. Usut punya usut, rupanya proyek tersebut merupakan peninggalan Dinas Tata Bangunan dan Pemukimann (DTBP) Kabupaten Bogor sebelum akhirnya dimerger menjadi PUPR. Pantas, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bogor Yani Hasan meminta kasus tersebut tidak dibenturkan pada bupati. “Beliau kan atasan saya. Jangan benturkan saya dengan beliau,” pintanya. Seperti diketahui, sebelum DTBP digabung menjadi PUPR, dinas tersebut berada di bawah pimpinan Lita Ismu. Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertamanan (DPKPP) Kabupaten Bogor, Lita Ismu Yulitanti yang dulunya menjabat Kepala DTBP Kabupaten Bogor mengakui, proses pembangunan Masjid Baitul Faizin berawal saat dirinya masih berada di Dinas Tata Bangunan dan Pemukiman (DTPB). Sejak 2017, fungsi tata ruang di dinas itu melebur dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) menjadi Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). “Sekarang (proyek itu) di Dinas PUPR. Awal pembangunan di DTPB, ya hanya perencanaan saja,” ungkap Lita. Saat ditanya lebih lanjut soal detail perencanaan pembangunan masjid saat itu, wanita berkacamata itu enggan membeberkan lebih jelas. “Kalau tentang perencanaan, ke Dinas PUPR bidang jasa konstruksi, punten saya lagi cuti,” katanya. Sementara itu, Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadaffi, mengatakan, kekecewaan bupati dan banyak pihak, mulai dari pengamat, anggota DPRD Kabupaten Bogor hingga mantan Sekda Adang Suptandar soal kualitas bangunan pascarevitalisasi seharusnya segera ditindaklanjuti. Uchok juga meminta bupati sebagai pimpinan tertinggi di Bumi Tegar Beriman memanggil BPK agar dilakukan audit terhadap proyek masjid yang pernah mangkrak lebih dari setahun itu. ”Adukan saja perusahaannya, ke kejari dan kepolisian, soal adanya kejanggalan dalam pembangunan masjid tersebut,” ungkap Uchok. Bahkan, menurut dia, upaya mengungkap dugaan kejanggalan pada proyek masjid utama di lingkungan Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bogor itu bisa jadi bagian dalam program 100 hari bupati menjabat sebagai orang nomor satu di wilayah dengan 40 kecamatan dan 437 desa/kelurahan itu. ”Anggap saja, menindaklanjuti kasus proyek masjid ini, bagian dari 100 hari sebagai bupati baru. Jadi (bupati) panggil BPK saja, untuk segera lakukan audit,” terangnya. (ryn/b/yok/py)