METROPOLITAN – Belum menemukan titik terang antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dengan kuasa hukum pemilik lahan Regional Ring Road (R3) berakhir pada kebuntuan. Musyawarah yang kembali digelar di ruang Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor kemarin siang berakhir deadlock. Semua ini dikarenakan hasil Tim Appraisal yang telah dilakukan dianggap cacat.
Kuasa Hukum Pemilik Lahan R3, Herli Hermawan, menilai, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Bogor sebagai pemberi kerja kepada Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dinilai tak taat dan patuh dalam melaksanakan putusan Pengadilan Negeri (PN) Bogor.
“Berdasarkan hasil putusan Nomor 64/Pdt.G/2018/PN BOGOR, PUPR tidak menjalankan pasal 3 ayat 3 yang menjelaskan, tergugat mesti membayar kompensasi mulai Juni 2014 hingga akhir 2018. Kita baru tahu tadi,” katanya. Dalam Surat Perintah Kerja (SPK) appraisal, DPUPR tidak memerintahkan KJPP menghitung ganti rugi yang dimaksud dalam akta van dadding atau akta perdamaian. Pihaknya juga tidak mengetahui apa yang menjadi dasar PUPR melakukan hal tersebut. “Padahal itu wajib ditaati dan dipatuhi Pemkot Bogor. Artinya, hasil appraisal telah cacat dalam prosesnya,” bebernya. Karena tak ada mufakat atas musyawarah terakhir, pemilik lahan beserta tim kuasa hukum akan mengajukan keberatan ke PN Bogor. “Kami akan memberikan waktu 14 hari untuk mengajukan keberatan berdasarkan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya. Terpisah, Sekretaris Daerah Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, menjelaskan, akta perdamaian sudah dijadikan rujukan dan dilampirkan dalam SPK kepada tim appraisal. Hanya saja tidak dibuat detail untuk penghitungan kompensasi. “Secara detail tidak dibuat dalam SPK oleh PUPR,” katanya. Jika pemilik lahan ingin mengajukan keberatan ke PN Bogor atas hasil appraisal yang telah dilakukan, maka Pemkot Bogor akan mengikuti prosesnya berdasarkan aturan. “Itu hak mereka, kita ikuti saja,” tutupnya. (ogi/c/yok/py)