metro-bogor

Eksekusi Libatkan Aparat, Danrem tak Tahu-menahu

Rabu, 13 Maret 2019 | 07:34 WIB

METROPOLITAN - Sengkarut perebutan lahan makam warga dengan MNC Land, anak peru­sahaan MNC Group di Kampung Ciletuhhilir, Desa Watesjaya, Ke­camatan Cigombong, belum juga selesai. Terlebih, eksekusi pemindahan makam dianggap cacat hukum karena perusa­haan tak kunjung menunjuk­ digunakan sebagai dasar eksekan izin Hak Guna Usaha (HGU) kusi. Bahkan, dalam praktiknya melibatkan aparat seperti ke­polisian dan TNI.­

Hal itu pun membuat masy­arakat semakin berang dan sempat membuat aksi di depan Mako Polres Bogor, hingga Is­tana Negara di Jakarta. Aparat hukum dan wilayah seperti kecamatan dan desa, dianggap tidak mengutamakan kepen­tingan masyarakat dan terke­san mementingkan kepen­tingan korporasi. Bahkan, warga saat warga curhat ke DPR RI, para wakil rakyat itu ber­janji bakal menindaklanjutinya dengan mendatangi lokasi sengketa. Surat terbuka ke­pada presiden pun sudah di­layangkan. Menanggapi kisruh dan ke­kecewaan warga soal perebutan lahan makam yang ada sejak 1834 itu, Danrem 061/Surya­kancana, Letkol Inf Novy Hel­mi, mengaku, belum menge­tahui permasalahan tersebut. Terlebih, adanya kekecewaan warga dan ahli waris terhadap muspika dan muspida, baik polres dan kodim. Dengan wajah bingung, Novy pun bertanya balik kepada awak media terkait persoalan di se­latan wilayah Kabupaten Bogor tersebut. ”Di Cigombong? Ma­salah apa ya itu,” katanya saat ditemui Metropolitan selepas Rapat Koordinasi jelang Pilpres/Pileg di Cibinong, kemarin. Dia mengaku belum ada in­formasi apapun yang datang terkait persoalan agraria ini, baik dari bawahan atau dari eksternal. ”Belum ada infor­masi ke saya. Masalah apa itu ya?” ucapnya. Sebelumnya, polemik pere­butan lahan makam itu terus bergulir bak bola salju. Izin Hak Guna Usaha (HGU) yang men­jadi dasar eksekusi akhir Ja­nuari lalu disoal lantaran tak pernah ditunjukkan kepada warga. Padahal, itu sangat di­butuhkan warga yang sedang mencari kepastian hukum. “Terlihat ketidakpahaman alat negara. Mulai dari muspika, Polres Bogor dan kodim ter­hadap konstitusi negara. Ini tentu memperkeruh situasi kondisi yang menggambarkan perbuatan inkonstitusional,” beber kuasa hukum warga, R Anggi Triana Ismail. Ditambah pasca-kericuhan setelah eksekusi, pihak mus­pika enggan menjadi fasilitas yang baik selaku pemimpin. Seperti surat yang diminta warga untuk kepentingan penye­lesaian permasalahan ini. “Itu menambah buramnya sikap pemimpin yang seharusnya ada di masyarakat yang membutu­hkan, sebagai warga negara Indonesia yang sedang men­cari kepastian hukum melalui dinamika birokrasi,” bebernya. Padahal, sambung dia, dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 ten­tang Pelayanan Publik serta UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik merupakan bukti nyata yang sedang terjadi di selatan, Ka­bupaten Bogor. “Belum lagi janji surgawi se­perti penyelesaian permasala­han ini yang telah disampaikan pejabat muspida melalui media, sampai detik ini belum ada realisasinya. Warga berang lantaran hilangnya hak konsti­tusinya. Ini wujud zalim yang bermuara dari sikap inkonsti­tusional para pemimpin,” te­gasnya. Perusahaan milik taipan Hary Tanoesoedibjo itu diang­gap tak cakap hukum. Itu ter­cermin dari keterangan Dinas Penanaman Modal dan Peri­zinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bogor yang menyatakan MNC Land belum memiliki siteplan ser­ta belum mendapatkan izin dari warga Kampung Ciletuh­hilir. “Namun faktanya perusahaan sudah melakukan perbuatan yang tidak berdasarkan izin. Kekacauan yang dilakukan pihak perusahaan, kami adukan ke pemerintah pusat. Menteri-menteri sampai DPR-MPR RI wajib turun. Surat terbuka untuk presiden juga sudah dikirimkan,” pungkas Anggi. (ryn/c/yok)

Tags

Terkini