METROPOLITAN - Sejak menjabat sebagai Wali Kota Bogor periode pertama pada 2014, Bima Arya berambisi untuk membenahi sistem transportasi angkutan umum di Kota Hujan yang juga dikenal sebagai ‘Kota Sejuta Angkot’. Namun satu periode menjabat, Bima mengakui kalau berbagai kebijakan yang diterapkannya sejak saat itu hingga kini masih jauh panggang dari api alias gagal total.
“Saya merasa sistem yang sudah jalan itu tidak maksimal. Minggu-minggu ini akan kami kaji kembali semua konsep yang ada. Saya minta semua ke titik nol lagi. Kaji ulang semua konsep transportasi, baik yang sedang jalan atau ide baru,” terang Bima usai ditemui Metropolitan di Balai Kota, kemarin. Rencananya, orang nomor satu se-Kota Bogor itu bakal bertemu berbagai pihak. Mulai dari konsultan, dinas terkait hingga staf ahli terkait konsep transportasi yang bakal dijalankan. Bisa saja jalan dengan konsep konversi atau subsidi yang sudah dijalankan atau konsep lama yang dimodifikasi. Atau, malah bakal menerapkan konsep baru untuk mengatasi permasalahan transportasi.
“Semua opsi kita kaji, nanti pengadaannya seperti apa. Ini saya mau kembali ke nol, kaji semua konsep yang ada. Misal pengadaan bus oleh badan hukum atau yang lain. Kaji semua, mumpung masih di awal kita sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Mana yang lebih realistis untuk akselerasi,” ungkap suami Yane Ardian itu. Bima menambahkan, bahasan juga akan termasuk soal nasib Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkot Bogor di bidang transportasi massal, yakni Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) hingga membahas kinerja Dinas Perhubungan (Dishub) sebagai stakeholder utama dalam berbagai program dan kebijakan transportasi. “(PDJT, red) Konsep ke depan formatnya seperti apa, mau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau apa, minggu ini akan kita bahas. Keputusan tetap jalan dengan modifikasi atau yang lainnya itu nanti. Ya catatan juga, termasuk kinerja (kepala) dishub, termasuk evaluasi,” terangnya.
Politisi PAN itu juga menyinggung anggota DPRD Kota Bogor yang sempat menyebut keberadaan angkot modern sebagai penerapan konversi angkutan umum 2:3 merupakan sebuah kemunduran. Ia pun heran dengan ungkapan tersebut. Baginya, pengadaan angkot modern di TPK 4 justru sejalan dengan Peraturan Daerah (Perda) 2013 tentang Konsep Kebijakan Transportasi. “Saya sampaikan itu bukan kemunduran loh, tapi sesuai perda, sesuai kesepakatan kok,” pungkasnya. (ryn/c/yok/py)