METROPOLITAN – Tren penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor terus terjadi sejak 2017 menginjak 2018. Tercatat pada 2017, PAD Kota Bogor menyentuh angka Rp917 miliar. Namun angka ini mengalami penurunan menjadi Rp877 miliar pada 2018. Ini tentu menjadi catatan khusus Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dalam mengembalikan stabilitas pendapatan di Kota Hujan.
Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, Heri Cahyadi, menjelaskan, di sisa masa jabatannya ia beserta jajaran legislatif lainnya coba merumuskan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). ”Di sisa masa jabatan kami hingga Agustus ini, saya beserta rekan-rekan berinisiatif merumuskan dua perda kenangan. Yakni Perda BUMD dan Lembaga Permasyarakatan (LPM),” katanya.
Selain sebagai kenangan, sambung Heri, perda ini ditengarai sebagai kerangka hukum sekaligus membekali Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Hujan untuk berkontribusi dalam memberikan pendapat bagi Kota Bogor. ”Intinya, perda terkait retribusi jasa tertentu untuk memberikan kerangka acuan kepada Bapenda dan SKPD kita agar bisa mendapatkan pendapatan yang lebih besar, makannya kita buat perda usulan kita terkait BUMD,” bebernya.
Pihaknya juga mengaku tengah menggodok perda demi menciptakan PAD baru bagi Kota Bogor. ”Adanya perda ini diharapkan muncul BUMD yang lahir. Kita akan buat kerangka hukum yang tegas agar BUMD tidak menggerogoti uang APBD,” jelasnya.
Komitmen meningkatkan PAD juga dicanangkan Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim. Ia terus menggencarkan sosialisasi hak dan kewajiban Wajib Pajak (WP), transparansi pengelolaan pajak hingga digitalisasi pengawasan pajak.
“Kami bakal menerapkan program Sistem Informasi Manajemen Data Transaksi Wajib Pajak ’Simantap’ demi mendongkrak pendapatan Kota Hujan di masa mendatang,” pungkasnya. (ogi/c/yok/py)