metro-bogor

Dua Hari Jelang Deadline RPJMD 2018-2023

Selasa, 28 Mei 2019 | 23:59 WIB

METROPOLITAN - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rancangan Pembangu­nan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2023 masih menjadi sorotan. Sebab terke­san buru-buru mengejar dead­line bahkan dikeluhkan Badan Pembuat Peraturan Daerah (Bapemperda) yang disebut melewatkan prosedur semes­tinya.

Tak hanya itu, kini anggota dewan hanya punya waktu dua hari untuk merampungkan perda mercusuar tersebut. Se­bab, tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Per­mendagri) Nomor 86 Tahun 2017, jika wali kota/bupati menetapkan rancangan perda tentang RPJMD kota/kabupa­ten yang sudah dievaluasi gu­bernur menjadi perda RPJMD, paling lambat enam bulan setelah pelantikan kepala dae­rah. Artinya, RPJMD 2018-2023 harusnya bisa diparipurnakan paling lambat 30 Mei.

Selain itu, dalam aturan ter­sebut tercantum sanksi apa­bila pemerintah daerah tidak melakukan penetapan RPJMD sesuai waktu yang ditentukan, ada sanksi administrasi tidak dibayar hak keuangan selama tiga bulan. Belum lagi, 30 Mei bertepatan dengan hari libur nasional, sehingga penetapan seharusnya bisa terselenggara besok. “Ada sidang paripurna terdekat, Insya Allah dilaks­anakan Rabu (29/5), hanya sidang paripurna penetapan RPJMD 2018-2023,” kata Sekre­taris DPRD Kabupaten Bogor Nuradi.

Terpisah, Ketua Pemantau Komite Legislatif (Kopel), An­war Razak, menilai pembaha­san RPJMD yang terhitung singkat seharusnya menjadi perhatian bersama, karena di­tengarai tidak ada pembahasan matang dan melibatkan publik. Padahal, inti sebuah perda berkualitas jika memenuhi as­pek kepentingan publik. Namun, perumusan RPJMD kali ini dianggap tidak banyak meli­batkan peran publik. Belum lagi raperda RPJMD yang di­duga tidak melewati tahapan bahasan di Bapemperda, se­hingga sang ketua mengeluh karena merasa belum ada ba­hasan soal RPJMD.

“Tahu-tahu sudah penyam­paian. Padahal itu bisa cacat prosedural, UU juga menjamin (partisipasi publik) di DPRD, seharusnya sih buka kembali bahasan, minta masukan dari publik, caranya bisa konsul­tasi publik, tetap dibuka itu apapun bentuknya,” tandas Anwar.

Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Bogor Iwan Setiawan mengaku aneh dengan ang­gapan perda RPJMD 2018-2023 tidak masuk ke bapemperda, karena perda itu merupakan urusan mercusuar pemerinta­han yang tidak mungkin dilu­pakan pemerintahan. Dia pun menantang anggota dewan yang keberatan dengan proses ra­perda RPJMD ini untu sama-sama membedah tahapan-tahapan yang sudah dilewati.

“Silakan cek saja, kita bedah, bisa tanya ke sekwan (Sekre­taris DPRD, red). Saya yakin itu ada. Banmus saja ada, kalau nggak ada mah berarti pemerin­tah lama baru belajar, kan 2019 ada pergantian kepemimpinan. Mungkin ada miskoordinasi saja, masa nggak ada,” ungkap Iwan.

Sebelumnya, penyampaian Raperda RPJMD 2018-2023 pertengahan Mei lalu, menuai reaksi Bapemperda lantaran dianggap menyalahi prosedur, sehingga berpotensi cacat hu­kum jika nanti disahkan.

Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Bogor, Usep Syae­fulloh, mengatakan, Pemkab Bogor melalui Badan Perenca­naan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) disebut me­langkahi dasar hukum UU No­mor 5 Tahun 2011 Pasal 17 tentang Penyusunan dan Pem­buatan Raperda.

“Proses prosedural itu nggak ditempuh eksekutif. Padahal dalam aturan saat akan meny­ampaikan raperda, disampai­kan dulu ke Bapemperda, lalu dibahas dan dikaji. Ketika se­lesai keluar rekomendasi layak atau tidak. Ini nggak, tadi kita sampaikan ini ada yang salah,” katanya saat ditemui Metropo­litan di ruang kerjanya.

Ia pun menyampaikan agar raperda tersebut dikaji dan ditarik terlebih dulu agar pro­sesnya benar dan sesuai aturan. Jika tidak atau tidak ada re­komendasi dari Bapemperda, maka implikasinya tidak main-main. Payung hukum yang nanti diterbitkan menjadi cacat hukum. Politisi PAN ini me­minta Bappedalitbang sebagai leading sector bertanggung jawab memperbaiki proses. Jangan semata-mata karena mengejar deadline, tidak dila­kukan secara prosedural.(ryn/c/yok/py)

Tags

Terkini