METROPOLITAN – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tengah bertekad menjadikan kota olahraga dan pariwisata atau The City of Sport and Tourism. Wajah beberapa kawasan potensial pun diharapkan ’bebenah’ agar cita-cita terwujud dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sayangnya, upaya mempercantik wilayah dengan keberadaan taman-taman aktif nampaknya masih setengah hati.
Tahun ini saja rupanya belum ada rencana pemkab membuat taman-taman aktif baru sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Anggaran untuk tahun ini pun terbilang minim, hanya Rp1,3 miliar. Hampir setara dengan dana yang dialokasikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tahun ini untuk revitalisasi satu taman, yakni Taman Lapangan Kresna yang dianggarkan Rp1,2 miliar.
”Anggaran memang terbatas. Kalau mau buat taman aktif besar, makanya itu total Rp1,3 miliar kita siasati dan manfaatkan untuk 13 kantor kelurahan untuk membuat taman kecil. Penataan pada tempat pelayanan dulu yang punya ruang untuk dijadikan taman aktif,” terang Kepala Bidang PSU pada Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor, Asep Sulaeman.
Menurut dia, kantor pelayanan seringkali membuat bosan masyarakat, sehingga perlu ada siasat agar tak ’boring’ saat menunggu proses pelayanan. Terbatasnya anggaran membuat pihaknya baru fokus pada penataan kantor kelurahan atau desa di Cibinong Raya terlebih dulu. Untuk itu, penataan di kelurahan coba dipercantik dengan taman.
”Ini supaya nggak bikin boring masyarakat. Jadi, menunggu pun nyaman. Kalau bangunan rigid gitu saja kan orang bosan. Untung untuk tahun depan ada, nambah lagi kegiatan, tercantum di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),” paparnya.
Akan tetapi, Pekerjaan Rumah (PR) Pemkab Bogor terkait taman dan RTH tak hanya soal anggaran. Ada pula masalah perawatan taman yang sudah ada yang masih jauh dari harapan. Asep mengakui perlu ada strategi khusus untuk masalah ini. Di antaranya melibatkan komunitas atau warga sekitar dalam menata dan mengelola taman aktif untuk menumbuhkan rasa memiliki atau sense of belonging terhadap taman.
”Taman sudah banyak dibangun, tapi kurang perawatan. Idealnya, di samping fisik kita sediakan juga melibatkan komunitas. Ini yang belum ada. Strategi menumbuhkan sense of belonging, ketika ada sampah misalnya. Tak perlu petugas yang negur, kita sudah sadar dengan sendirinya,” ungkapnya.
Bukan hanya itu, Kabupaten Bogor juga dinilai belum mampu menyediakan RTH publik yang sesuai aturan. Dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah perkotaan wajib menyediakan RTH 30 persen dari luas wilayah dari RTH publik 20 persen dan 10 persen RTH private.
Cibinong Raya didorong sebagai wilayah perkotaan sesuai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang wajib menyiapkan RTH sesuai aturan. Cibinong Raya sendiri terdiri dari Kecamatan Cibinong, Bojonggede, Sukaraja, Babakanmadang dan Citeureup dengan luas total 17.000 hektare, sehingga RTH yang harus ada setidaknya 5.000 hektare.
”Saat ini RTH yang memberikan fasilitas publik sudah dijadikan Situ Plaza Cibinong. Artinya, realisasi sesuai aturan pun masih jauh panggang dari api untuk memenuhi 30 persen RTH dari luas wilayah. Tapi sekarang mulai ada (perencanaan). Kita cenderung menggunakan lahan yang ada dan tidak produktif, karena terbatas ya, untuk ekosistem terutama sumber daya air,” beber Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor, Suryanto Putra.
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PermenPUPera) Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan diatur jenis RTH, yakni RTH alami dan RTH nonalami. Pemkab pun serius menggarap RTH publik nonalami yang tumbuhan di dalamnya sengaja ditanam menjadi taman yang dipakai untuk aktivitas warga.
”Kalau RTH alami seperti tanah kosong yang tidak ada peruntukannya, itu banyak di Kabupaten Bogor. Tapi yang kita inginkan itu RTH yang bisa dimanfaatkan warga sebagai taman aktif,” pungkasnya. (ryn/c/yok/py)