metro-bogor

Di Antara Rayuan dan Ancaman

Rabu, 26 Juni 2019 | 12:21 WIB

Lama tak terdengar, kisruh penolakan warga RT 01/06, Kampung Ciletuh­hilir, Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, atas pembangunan MNC Land, anak PT MNC Group di wilayah itu ternyata belum usai. Warga seakan berjuang sendirian menerima tekanan dan intimidasi yang berupaya ’men­gusir’ warga serta makam keramat yang diperkirakan masuk rencana proyek milik taipan Hary Tanoesoedibjo.

KAMPUNG Ciletuhhilir kini seperti perkampungan ’terisolasi’ yang dikelilingi lahan kosong yang beberapa ditandai plang ’milik PT MNC Group’. Beberapa lahan kini sudah gundul dan rata ter­kena pekerjaan cut and fill yang terus dilakukan peng­embang.

Ketua RW 6, Djaja Mulyana, mengatakan, setelah upaya merelokasi makam keramat yang sempat ramai medio Januari menemui jalan buntu, pengembang MNC Land di­tengarai melakukan ’rayuan’ lain. Salah satunya wacana melakukan pemagaran ter­hadap lahan yang dikuasai yang justru menutup akses masyarakat Ciletuhhilir.

”Ada 1.300 warga yang bisa terisolasi, pemagaran sepan­jang dua kilometer. Ini setelah upaya melalui relokasi makam gagal, ya berbagai cara dila­kukan, salah satunya itu,” katanya saat ditemui Metro­politan di kediamannya, ke­marin.

Menurut dia, ini upaya agar warga tak betah dan mau me­lepaskan lahan dan rumahnya demi memuluskan proyek. Ada pula upaya pengembang agar pemilik lahan mau men­jual rumah dan lahannya satu per satu agar bisa dikua­sai MNC. Yakni dengan mem­pekerjakan beberapa warga di lokasi proyek, kemudian menawarkan harga kepada warga yang mempunyai rumah.

”Ada beberapa warga yang sudah dipekerjakan di sana. Nah yang kerja itu sepertinya didoktrin supaya keluarga atau kerabat menjual rumahnya. Karena merasa dipekerjakan MNC. Digajinya ya UMR lah, Rp3 jutaan,” paparnya. Se­cara umum, ia tidak melarang warga yang mau jual tanahnya karena memang hak mereka. Tapi, ia merasa banyak juga warga yang enggan pindah dari tempat yang sudah turun- temurun ditinggali. Apalagi, ada makam keramat yang mesti dijaga bersama-sama oleh ahli waris.

”Kalau makam dipindah kami jelas menolak, itu jelas. Kalau lahan ya hak ya, tapi buktinya pada nolak. Jadi, perjuangan kita masih, walau­pun sampai sekarang nggak ada titik temu,” ujarnya. Ia juga menyesalkan Pemkab Bogor yang terkesan tutup mata dalam persoalan ini dan seperti ’bekerja sendiri’. Ba­hkan, sejak persoalan men­guat, belum ada pihak pemkab selain kewilayahan yang datang untuk sekadar membantu permasalahan warga.

Di samping itu, upaya pe­magaran sudah disampaikan perusahaan kepada warga. Namun wacana itu belum juga terlaksana lantaran di­tengarai belum ada persetu­juan warga. Apalagi, belum ada komunikasi soal akses jika nantinya dilakukan pe­magaran. ”Nggak mau. Iba­ratnya, perbandingan 1:5 lah, di kita mati satu, mereka ha­rus mati lima, kasarnya se­perti itu,” jelasnya.

Sementara itu, Camat Ci­gombong, Basrowi, pernah menyebut tidak keberatan jika warga melakukan berba­gai upaya yang benar dalam mempertahankan lahan dan tanah leluhurnya, baik rumah hingga makam keramat. ”Sila­kan saja, itu hak warga juga kan,” katanya singkat. Hingga berita ini diturunkan, Koor­dinator Humas PT MNC Land, Azwar, belum memberikan keterangan terkait persoalan ini. Pesan singkat dan telepon dari Metropolitan belum juga ditanggapi. (ryn/d/yok/py)

Tags

Terkini