METROPOLITAN - Megaproyek pembangunan jalan layang atau flyover Jalan RE Martadinata, Kecamatan Bogor Tengah, diklaim baru mencapai 40 persen. Persoalan makin pelik lantaran belum selesainya izin dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) terkait perlunya penurunan kabel listrik aliran atas yang ‘menghalangi’ proses pembangunan serta belum selesainya pembebasan lahan milik warga. Hal itu terungkap dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Wali Kota Bogor, Bima Arya, Kamis (18/7) siang.
Masyarakat pun bertanya-tanya soal kemungkinan proyek ini bisa rampung akhir tahun sesuai target atau malah molor dari waktu yang ditentukan. Meski begitu, Bima mengaku progres 40 persen per pertengahan Juli ini masih disebut sesuai jadwal. “On the track lah, sekitar 40 persen. Memang di tanggal-tanggal ini harus 40 persen,” terang Bima saat ditemui Metropolitan di bilangan Ahmad Yani, kemarin.
Politisi PAN itu mencatat, ada dua poin penting yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi kontraktor agar bisa menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang ditargetkan. Pertama soal kabel atas aliran listrik yang menjadi milik PT KAI harus segera diselesaikan kontraktor untuk disesuaikan kebutuhan pekerjaan.
Kedua, masih adanya lahan milik warga yang masih menjadi sengketa lantaran belum mendapat penggantian pembebasan lahan. Diketahui, megaproyek senilai Rp105 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) dengan skema multi years ini dikerjakan pemerintah pusat. Namun persoalan pembebasan lahan menjadi tugas Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dengan alokasi biaya sekitar Rp14 miliar pada APBD 2018.
Pemkot pun berupaya mengambil langkah persuasif melalui komunikasi dengan pemilik lahan. Selain itu, ia juga akan berkomunikasi dengan Pengadilan Negeri (PN) IIB Kota Bogor agar permasalahan ini bisa segera diselesaikan. “Ada lahan (warga, red) yang masih sengketa. Tapi sudah kita titipkan, konsinyasi ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor, Insya Allah segera selesai karena akan dibacakan pengadilan. Kita monitor terus dan koordinasi dengan mereka kok agar sesuai jadwal,” ungkapnya.
Selepas sidak, tak ada satu pun perwakilan dari kontraktor yang memberikan keterangan kepada awak media yang sejak siang hari menunggu keterangan resmi dari PT Brantas Abipraya Persero sebagai pengembang. Usai mendampingi F1, pekerja dan manajemen buru-buru meninggalkan lokasi tanpa mengeluarkan keterangan.
Sekadar diketahui, penggantian lahan seluas 190 meter persegi atas nama Ayadi di Jalan RE Martadinata, RT 06/06, Kampung Lebakjawa, Kelurahan Kebonpedes, Kecamatan Tanahsareal yang terdampak proyek belum juga dicairkan. Uang penggantian tersebut dititip melalui konsinyasi di PN Bogor.
Beberapa waktu lalu, perwakilan ahli waris, Nur Aeni, mengaku pernah kecewa terhadap Pemkot Bogor, Badan Pertanahan Negara (BPN) dan PN Bogor lantaran proses dari pengadilan sudah dilakukan sejak 2016 melalui surat penetapan atas pembayaran tanah tersebut. Namun selama mengurus, uang belum bisa turun. “Padahal pembangunan sudah jalan. Kecewa lah, makanya kami pasang spanduk bentuk kekecewaan,” katanya.
Ia melanjutkan, pada ketetapan dari PN Bogor melalui surat Nomor 15/Pdt.P.Cons/2016/PN.Bgr, bahwa tanah atas nama Ayadi di Jalan RE Martadinata, RT 06/06, Kelurahan Kebonpedes, Kecamatan Tanahsareal, mendapatkan ganti rugi uang atas tanah seluas 190 meter persegi Rp1.140.000.000 dan bangunan senilai Rp91.300.000 yang terdampak pembangunan flyover di Jalan RE Martadinata. “Total uang penggantiannya Rp1,23 miliar. Itu juga kami tidak keberatan. Karena itu yang hitung dinas ya, kami sih nggak,” tuntasnya. (ryn/c/yok/py)