METROPOLITAN – Tak cukup sekali, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kembali mendatangi lokasi proyek Masjid Agung di Jalan Dewi Sartika, Kecamatan Bogor Tengah, kedua kalinya, Kamis (8/8).
Proses audit konstruksi sudah berjalan sejak 8 Juli, namun nampaknya belum cukup data yang ada, sehingga perlu kunjungan lebih dari satu kali. Indikasi alasan ’kesalahan konstruksi’ pun mengemuka.
Kali ini tak hanya Komite Keselamatan Konstruksi (K2) yang turun tangan menangani audit konstruksi masjid yang dibongkar medio 2016 itu. Profesor dari Pusat Penelitian Pembangunan Perumahan Pemukiman (Puslitbang Perumkim) juga ikut melihat kondisi eksisting konstruksi sebelum proyek kembali dilanjutkan.
”Akan ada kajian akhir satu bulan ke depan terkait kekuatan pondasi konstruksi. Itu jadi dasar kita susun revisi DED (Detail Engineering Design, red) yang ada. Nggak bisa lanjut bangun, berisiko, karena sejak awal sudah ada kesalahan konstruksi,” terang Wali Kota Bogor, Bima Arya, usai sidak bersama Kementerian PUPR di Masjid Agung, Kamis (8/8).
Sehingga, sambung dia, akan ada penyesuaian dalam revisi DED yang akan dianggarkan pada 2020. Baru pada 2021, pihaknya menargetkan masjid yang sudah ada sejak 1970-an itu bisa rampung dan kembali digunakan jamaah. Kesalahan konstruksi tersebut akan tertuang dalam hasil yang nanti dikeluarkan kementerian.
”Kita melihat lebih dari itu. Sejauh mana kesalahan konstruksi yang ada, dikembangkan untuk (melanjutkan) pembangunan. Kita tunggu hasil kajian, itu jadi dasar kita buat revisi DED-nya. Tahun depan jadi design and build lah. Yang penting keselamatan dulu,” paparnya.
Politisi PAN itu memastikan tak akan membongkar pondasi yang ada. Hanya perlu penyesuaian agar bangunan yang ada tidak mubazir. Melalui revisi DED, Bima memastikan anggaran Rp15 miliar yang sudah dialokasikan untuk kelanjutan proyek tidak akan terserap untuk pembangunan masjid. Revisi DED baru akan diupayakan tahun depan. ”Pasti tidak akan lanjut tahun ini,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Puslitbang Perumkim Kementerian PUPR, Arif Sabarudin, menuturkan, berbagai kesalahan konstruksi yang ada baru sebatas laporan dari kajian sebelumnya. Perlu waktu untuk memastikan kesalahan konstruksi secara akademis. Yang pasti akan ada pertimbangan untuk menyesuaikan penataan kawasan Dewi Sartika. Mulai dari rencana pembangunan alun-alun taman kota hingga Pasar Kebonkembang Blok F.
”Satu bulan kami janjikan ke pak wali. Ada analisis menyeluruh, termasuk solusi anggaran. Kita uji lab juga, jadi datanya akademis. Kesalahan sudah ada secara hipotesis awal dari tinjauan saja, dari evaluasi institusi lain. Kita kan baru masuk,” jelasnya.
Satu bulan ke depan, sambung dia, baru akan ada laporan resmi soal hasil audit konstruksi masjid yang sejak 2016 ini sudah menghabiskan biaya tak kurang dari Rp22 miliar. Ia memastikan perubahan tak akan mengubah bangunan yang audah ada. Hanya saja menyesuaikan dengan yang ada agar tidak mubazir.
”Beberapa (penyesuaian, red) misalnya kita kurangi beban-beban arsitektur di atas supaya tumpukan nggak mikul ke bawah (pondasi) yang ada,” ucapnya.
Selain memastikan kesalahan konstruksi yang ada, penyesuaian juga melihat daya dukung kawasan. Apalagi, tak jauh dari Masjid Agung tengah dilakukan revitasliasi eks Taman Topi dan Blok F.
”Supaya sinkron, kita petakan supaya nggak ada yang mubazir. Cek daya dukung supaya pembangunan ini seiring sejalan dengan penataan kawasan,” tutup Arif. (ryn/c/yok/py)