METROPOLITAN – Pembangunan di Kota Bogor makin hari makin pesat untuk menunjang kota jasa pariwisata. Namun tidak semua pembangunan berjalan mulus.
Hingga kini proyek Apartemen Grand Park Pakuan City (GPPC), Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, terus menuai polemik di masyarakat. Mulai dari warga terdampak yang tidak dilibatkan dalam pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), upaya pengusiran pedagang hingga kisruh cabut-mencabut spanduk penolakan, justru rawan memicu konflik horizontal di masyarakat.
Bahkan, belakangan muncul dugaan manipulasi dokumen penolakan kehadiran apartemen yang memancing reaksi Wali Kota Bogor, Bima Arya.
Kuasa Hukum Pedagang dan Warga Menolak Apartemen, Zentoni, mengatakan, para pedagang kini merasa geram lantaran spanduk suara penolakan yang dipasang dekat warungnya itu dicabut pihak yang tidak dikenal. Ia beserta warga bakal mendatangi polisi untuk membuat laporan dugaan tindak pidana pencurian dan perusakan barang milik orang lain.
“Spanduk yang disuarakan terkait penolakan digusur karena apartemen dinilai cacat hukum, karena lahan yang ditempati milik Jasamarga, bukan milik apartemen,” kata Zentoni.
Ia mengakui para pedagang tidak mau berspekulasi siapa yang mencabut. Namun perbuatan itu termasuk melawan hukum dan dikenakan Pasal 362 KUHP dengan ancaman pidana 5 tahun. Apalagi, ini bukan yang pertama kali.
“Beberapa hari lalu juga gitu pas baru dipasang kita nggak tahu itu siapa. Kita belum bisa sebut nama. Yang jelas, kita ingin biar polisi yang usut, polisi akan buktikan dalam lidik, siapa yang cabut, biar terang kasus pidananya. Yang harusnya mau pindahkan pemilik tanah, bukan mereka, yang katanya sudah sewa,” katanya.
Tak hanya itu, persoalan pembangunan apartemen besutan PT Gapura Pakuan Properti itu juga mengusik kedamaian warga yang tinggal bersebelahan dengan lokasi proyek. Warga terdampak apartemen GPPC yang hingga kini masih menolak pembangunan, sedang mempersiapkan ‘amunisi’ untuk menggugat IMB milik apartemen.
Sejak awal, warga terdampak langsung merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses perizinan, tahu-tahu keluar IMB. “Kita sedang persiapkan semua, kita akan gugat saja agar IMB-nya dicabut, pembatalan IMB karena warga tidak dilibatkan,” ujarnya.
Zentoni juga menekankan, Pemkot Bogor turun tangan terhadap persoalan ini. Mengingat berkembangnya persoalan memecah warga menjadi dua kubu, antara yang menolak dan mendukung. Terbukti dari upaya pencopotan spanduk penolakan yang dilakukan oknum warga.
“Kalau dibiarkan ini rawan konflik horizontal. Seperti diadu antara warga asli dengan warga perumahan yang bersebelahan dengan proyek,” jelas Zentoni.
Kegaduhan rupanya sempat membuat Wali Kota Bogor Bima Arya angkat bicara. Ia mendesak kepolisian mengusut bila ada upaya penipuan dokumen penolakan warga. Sebab, Bima pernah mengatakan, semua persyaratan teknis membuat IMB sudah dipenuhi, termasuk adanya izin warga.
Pria 46 tahun itu mengklaim pemerintah yang dipimpinnya tidak mungkin menerbitkan IMB tanpa terpenuhinya syarat-syarat teknis. Terkait penolakan warga terdampak sampai upaya permintaan pencabutan IMB, politisi PAN itu mengaku pencabutan izin tidak bisa serta merta dilakukan, karena harus dilandasi alasan jelas.
“Kalau harus dicabut, alasannya harus jelas, apa? Sekali lagi saya tekankan, izin bisa dikeluarkan ketika syarat teknis sudah dipenuhi,” pungkasnya. (ryn/c/yok/py)