METROPOLITAN – Dengan luas 118,5 hektare, lahan di Kota Bogor nyatanya tidak bertambah dan hanya ’segitu-gitunya’. Sumber dana dari pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pun berpotensi menyusut di masa mendatang dan tentu saja mengancam stabilitas pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor.
Tak cuma itu, rupanya 73 persen sumber PAD dari pajak BPHTB berasal dari perumahan. Sisanya, 27 persen bersumber dari rumah umum. Hal itu diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bapenda Kota Bogor, An An Andri Hikmat.
”BPHTB Kota Bogor dari Rp180 miliar yang direncanakan tahun lalu hasilnya dari pendapatan target Rp160 miliar, ternyata 73 persennya itu semua dari perumahan. Sisanya 27 persen dari rumah umum,” katanya saat ditemui Metropolitan di bilangan Pajajaran, kemarin.
Ada berbagai alasan, sehingga ia memperkirakan sumber PAD dari sektor pajak BPHTB bakal jeblok di tahun mendatang. Di antaranya soal lahan Kota Bogor yang sudah terbatas, ditambah izin untuk membuat perumahan baru sementara ini tidak boleh ada di Kota Bogor. Hanya diberi keleluasaan untuk hunian vertikal semacam apartemen.
“Otomatis makin ke sana BPHTB bakal menyusut. Pertanyaannya, kalau perumahan sudah habis, BPHTB dari mana lagi. Ya salah satu jawabannya kalau dimungkinkan perluasan wilayah, yang kemudian ada perumahan-perumahan baru atau ada rumah-rumah baru, berarti ada BPHTB baru, itu intinya,” terang pria yang juga sekretaris Bapenda Kota Bogor itu.
An an pun menyerahkan kebijakan ke mana wilayah jika dimungkinkan perluasan wilayah dan pihaknya tak ingin mengintervensi keputusan pimpinan. Hanya saja dari kacamata Bapenda, jangan sampai perluasan wilayah, yang nantinya masuk ke Kota Bogor, adalah wilayah yang bermasalah atau potensi PAD-nya kecil. Meskipun ia mengakui tren pajak BPHTB masih tren peningkatan. Terbatasnya lahan di Kota Hujan, mestinya jadi pertimbangan.
“Justru, kita ingin memperluas wilayah itu untuk meningkatkan PAD. Salah satunya dari BPHTB. Kalau nanti tempat barunya malah sulit atau bermasalah, ya bingung juga kita,” terang ketua umum Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) Kota Bogor itu.
Terpisah, Kepala Bidang Perumahan Pemukiman (Perumkim) pada Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkim) Kota Bogor, Feby Darmawan, menuturkan, dari data yang ia punya, jumlah perumahan seantero Kota Bogor sekitar 292 perumahan.
Rinciannya, 174 perumahan yang terpetakan atau ber-siteplan. Sedangkan 118 perumahan lainnya tak terpetakan. “Yang tidak terpetakan itu nggak ada site plan. Artinya, perumahan lama limpahan dari Kabupaten Bogor yang masuk Kota Bogor yang terakhir ada 1995,” ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Wali Kota Bogor, Bima Arya, menyebutkan, wacana pengembangan wilayah yang kini mencuat dengan beragam opsi. Salah satunya potensi PAD Kota Bogor yang bisa menipis, karena lahan di Kota Hujan ‘segitu-segitu’ saja. Sehingga sektor pendapatan dari BPHTB dipastikan bakal menurun di masa mendatang.
“Ini mungkin tak akan terjadi di zaman saya. Ini bukan tentang Kota Bogor mengajukam proposal pembentukan Bogor Raya. Ini tentang warga Bogor yang memikirkan masa depannya. Salah satunya potensi pendapatan yang bakal menurun karena lahan yang terbatas. Belum lagi ibu kota yang akan pindah. Kita harus memikirkan kita ke depan,” tuntas Bima. (ryn/c/yok/py)