METROPOLITAN – Kesan kumuh dan tidak terawat sangat terasa ketika melihat dan menginjakkan kaki di Terminal Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Rencana revitalisasi terminal pusat kota itu kembali mencuat setelah rampungnya serah terima pengelolaan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor ke pemerintah pusat melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ). Rupanya itu tidak serta merta pembangunan segera dilakukan.
Kepala BPTJ, Bambang Prihartono, mengatakan, Terminal Baranangsiang sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sudah dialihkan kewenangan pengelolaannya dari Pemkot Bogor kepada BPTJ sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat sejak 12 Februari 2018.
Namun, pembenahan terminal secara fisik tak bisa dilakukan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lantaran sebelum ditetapkannya pemindahan pengelolaan, Pemkot Bogor sudah melaksanakan kerja sama dengan skema Bangun-Guna-Serah (Build- Operate-Transfer) dengan pihak ketiga, yakni PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI).
”IPT PP dan PT PGI tetap sebagai investor. Mengacu pada perjanjian kerja sama itu, perjanjian tidak berakhir meski terjadi pengalihan aset, tetap berlanjut oleh penggantinya sesuai UU. Maka hak dan kewajiban pemda beralih ke pusat,” paparnya.
Hanya saja, tambah dia, pihaknya masih menunggu revisi kesepakatan konsesi terlebih dahulu. Dalam perjanjian kerja sama yang sudah terjalin sejak 2012, investor diberi waktu 30 tahun. Ia mengaku butuh dukungan dari masyarakat karena sampai saat ini pembangunan terminal beserta sarana dan prasarana penunjang Terminal Baranangsiang oleh PT PGI belum bisa dilaksanakan.
”Butuh dukungan masyarakat semua agar bisa melaksanakan kewajiban, membangun dan menyerahkan nantinya. Kita menunggu saja, waktunya kan udah ada dalam kesepakatan. Ya selama ini cukup intens lah komunikasi antar PT PGI dengan BPTJ,” ujar Bambang.
Terpisah, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, menjelaskan, Terminal Baranangsiang saat ini di bawah pengelolaan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui BPTJ. Proses pembangunannya akan dilaksanakan setelah selesai pembahasan revisi perjanjian konsesi dengan PT PGI. Sedangkan tentang perubahan isi perjanjian dilakukan langsung antara BPTJ dan PT PGI.
“Pemkot Bogor hanya akan ikut memberikan masukan desain dan kesesuaian dengan (rencana) TOD (Transit Oriented Development, red) LRT dan Trem,” terangnya.
Mantan petinggi KPK itu menambahkan, batasan waktu penyerahan selama 30 tahun setelah perjanjian awal ditandatangani yakni, 2012 saat posisi wali kota Bogor diemban Diani Budiarto. Dedie mendorong pembangunan segera dilakukan karena semakin cepat dibangun tentu semakin baik. Apalagi sistem perjanjian BOT, tentu investor bisa menghitung potensi laba alih-alih malah rugi saat penyerahan.
“Logikanya, kalau bangun kan ngitung investasi. Return of investment biasanya bisa 10 - 20 tahun. Jadi harusnya, supaya ada untung, dibangun sesegera mungkin. Kita sih belum ada komunikasi, ya kita percayakan saja ke (pemerintah) pusat,” pungkas Dedie. (ryn/b/yok/py)