metro-bogor

Nasib Kota Bogor Ditentukan Desember

Jumat, 6 September 2019 | 09:25 WIB

METROPOLITAN - Setelah resmi mengumumkan Ibu Kota negara akan pindah dari Jakarta ke wilayah Kabupaten Penejam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Hal tersebut tentu akan berdampak, bagi sejumlah kota yang menyandang status sebagai kota penyangga ibu kota selama ini. Baik dampak positif, maupun negatif. Salah satunya Kota Bogor.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menilai, pihaknya saat ini tengah melakukan kajian bersama jajaran IPB Bogor, untuk mengetahui dampak yang akan terjadi terhadap Kota Hujan, pasca pindahnya ibu kota negara. “Ini kita sedang kaji bersama IPB. Kalau pindah kira-kira dampaknya apa terhadap Kota Bogor,” katanya kepada Metropolitan, kemarin.

Bima mengamini, selama menyangdang sebagai penyandang ibu kota negara, Kota Bogor banyak sekali mendapatkan keuntungan. Akan tetapi, hal tersebut kemungkinan tidak akan terulang kembali dimasa mendatang, jika ibu kota negara sudah pindah dan Kota Hujan tak lagi berstatus sebagai penyangga ibu kota negara.

“Kalau ibu kota pindah, secara otomatis kementrian akan pindah semua. Selama ini Kota Bogor banyak mendapatkan rizki dari bimbingan teknis (bimtek), workshop dan rapat-rapat dari pihak kementrian, nantikan mungkin tidak akan ada lagi. Jadi semuanya harus kita harus kaji dan cek berdasarkan data, dampak apa yang akan terjadi nanti,” bebernya.

Orang nomor satu di Kota Hujan itu juga menilai, tak ingin berkomentar banyak mengenai dampak apa yang akan terjadi nantinya. Dirinya fokus menunggu kajian dari pihak Pengkajian, yang memang sednag konsen menangani hal ini. “Saya belum bisa bilang apakah dampaknya baik atau buruk. Yang jelas dampak itu harus kita antsipasi dengan pelajari data-datanya,” paparnya.

Sementara itu, Rektor IPB Arif Satria mengungkapkan secara garis besar saat ini pihaknya tengah sedang melakukan kajian dan riset mengenai dampak dari perpindahan ibu kota. Pihaknya mengaku tidak bisa membeberkan terlebih dahulu, lantaran proses riset masih berlangsung. “Tim sekarang sedang bekerja. Sekarang juga sedang proses, sepertinya Desember nanti baru akan selesai,” singkatnya.

Arif mengatakan, September ini pihaknya berencana akan kembali bertemu dengan Wali Kota Bogor, untuk membicarakan mengenai ruang lingkup penelitiannya. “Awal September ini kami akan berkoordinasi dengan Pak Walikota untuk menyepakati ruang lingkup riset itu, jadi skupnya itu apa saja. Untuk saat ini tidak bisa kita jelaskan rinciannya, Agar riset berjalan sesuai harapan semuanya, semoga saja Desember ini semua bisa selesai,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor Yuno Abeta Lahay mengaku tak ingin banyak komentar, mengenai dampak yang ditimbulkan dari perpindahan ibu kota negara. Lantaran hal tersebut masih dalam proses kajian ilmiah.

Meski begitu, secara pribadi sebagai orang yang bergelut dibidang usaha dan jasa, tentu perpindahan ibu kota negara akan sangat berdampak terhadap sejumlah kota peyangga, terlebih Kota Bogor sendiri. “Kalau secara pribadi, dampak perpindahan jelas pasti ada. Karna Kota Bogor kan penyangga ibu kota negara,” tekannya.

Dirinya memprediksi, baik secara ekonomi dan jasa khususnya dibidang perhotelan dan resto, bakal terjadi penurunanan pemasukan sekitar 10 hingga 20 persen. “Ini prediksi secara pribadi yah. Paling penurunannya sekitar diangka segitu. Tapi untuk lebih pastinya kita tunggu saja hasil riset secara akademis. Kalau saya kan hanya sebagai pelaku didalam dunia ini saja,” tandasnya.

Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, Pendapatan Asli Daerah Kota Hujan dari sektor pariwisata, khususnya hotel dan resto mencapai 239,3 miliar di tahun 2018. Jika dampak pemindahan ibu kota negara diprediksi bakal menurunkan pendapatan daerah sebesar 10 hingga 20 persen, artinya di masa yang akan datang PAD Kota Hujan di sektor pariwisata akan berkurang sekitar 47,8 miliar. (ogi/c/yok/py)

Tags

Terkini