METROPOLITAN - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Bogor, menggelar aksi unjuk rasa menolak pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di depan pintu 2 Istana Kepresidenan Bogor, kemarin siang. Sejumlah spanduk bertuliskan tolak revisi dibentangkan masa aksi. Tak hanya itu, para demonstran juga sempat menaburkan bunga di depan pintu istana sebagai simbol matinya KPK. Ketua HMI Cabang Kota Bogor, Herdiansyah Iskandar, menilai, secara umum revisi tersebut bakal melemahkan kinerja KPK. “Revisi ini nantinya akan berujung pada pelemahan kewenangan KPK dalam menjalankan tugasnya sebai pemberantasan korupsi. Ada beberapa pasal yang bisa melemahkan peran dan fungsi KPK dalam revisi UU KPK. Salah satunya terkait penyadapan dapat dilakukan paling lama enam bulam terhitung sejak izin tertulis diterima," katanya. Kemudian, terkait kehadiran dewan pengawas atau lembaga non struktural yang memiliki wewenang memberi izin penindakan dan pengawasan. Bukan tidak mungkin, orang-orang yang berada di dalam dewan pengawas mempunyai kepentingan lain. "Itu berpotensi mengintervensi laju gerak KPK dan bisa berdampak pada kinerja KPK," tegasnya. Hal serupa, juga dilakukan Keluarga Mahasiswa Universitas Pakuan Kota Bogor. Bertempat di Tugu Kujang. Ratusan mahasiswa Universitas Pakuan terus meneriakan suara penolakan Revisi UU KPK. Aksi damai ratusan mahasiswa tersebut, berangkat dari kegelisahannya yang menilai revisi UU KPK bakal menjadi ancaman besar bagi negara ini. Koordinator Aksi, Robby Darwis, mengatakan, bergerak dan turun ke jalan adalah cara terbaik untuk menyadarkan masyarakat bahwa Indonesia hari ini sedang tidak baik-baik saja, lantaran nasib KPK saat ini tengah berada di ujung tanduk. Program kerja yang seharusnya dapat mensejahterakan rakyat, justru dipergunakan untuk meraup keuntungan pribadi dan kelompok masing-masing. “Pada intinya, kita menolak bukan berarti kita ingin menguatkan KPK secara kelembagaan. Tapi kita menolak, karena kita melihat draft dari isi revisi undang-undang itu mengandung kelemahan-kelemahan dari setiap agenda dan upaya pemberantasan korupsi,” terangnya. Dirinya menilai, jika revisi yang dilakukan kurang tepat. Mengingat aturan yang lama hingga kini masih relevan dan cocok digunakan. “Kita juga paham dan sependapat, jika suatu saat nanti undang-undang KPK sudah tidak relevan dengan konteks kekinian dan sudah tidak bisa diandalkan, maka tidak ada alasan juga untuk tidak merubah atau merevisi undang-undang KPK,” bebernya. Pihaknya juga sudah mengamati draft dari revisi undang-undang dirasa tidak tepat. Sementara undang-undang yang lama masih sangat relevan, dalam mengatasi pemberantasan korupsi saat ini. Status KPK sebagai lembaga independen, yang kemudian dirubah menjadi lembaga yang bernaung di bawah eksekutif, hingga pembentukan dewan pengawasan, adalah sejumlah poin kecil kejanggalan yang tertulis dalam draf revisi aturan KPK. “Revisi ini mengancam agenda pemberantasan korupsi, karna secara langsung KPK dilemahkan. Semoga saja nanti pada akhirnya presiden tidak melanjutkan, atau membatalkan. Kita tunggu saja keputusan presiden nanti. Walaupun Pak Presiden sudah mengirimkan surat untuk setuju membahas, tapi masih ada kemungkinan pak presiden bisa tidak mensetujui ini,” tutupnya. (ogi/c/yok)