metro-bogor

GKI dan Masjid Imam bin Hambal Masuk Komnas HAM

Selasa, 1 Oktober 2019 | 09:00 WIB
ILUSTRASI: Inilah GKI Yasmin yang sempat berpolemik di Kota Bogor. Komnas HAM pun mencatat dua polemik di Kota Bogor GKI Yasmin dan pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal.

METROPOLITAN - Berbagai persoalan yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) masih menjadi momok bagi Kota Bogor dalam mewujudkan diri sebagai kota toleran. Diantaranya persoalan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin dan pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal yang hingga kini masih jadi polemik. Hal itu terungkap dalam pertemuan antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), di Balai Kota Bogor, kemarin. Komisioner Komnas HAM Mochammad Choirul Anam mengatakan, ada dua komitmen yang berupaya dibangun Pemkot Bogor dalam persoalan HAM. Diantaranya komitmen untuk membangun masyarakat bertoleransi, serta komitmen pemkot dalam menyelesaikan berbagai kasus kaitan HAM yang ada di Kota Bogor. Ia mengakui, tidak banyak pemerintah daerah (pemda) yang ‘seterang benderang’ Pemkot Bogor dalam hal membuat komitmen. “Itu catatan positif lah. Karena Kota Bogor ini juga ada beberapa masalah kaitan HAM, yang isunya menjadi sorotan, bukan cuma konsumsi masyarakat lokal indonesia, tapi juga sampai ke telinga mancanegara. Seperti misalnya kasus (GKI) Yasmin dan Masjid Ahmad bin Hanbal,” katanya kepada Metropolitan, kemarin. Sejauh ini, sambung dia, Komnas HAM mendorong komitmen dari Pemkot Bogor dalam menyelesaikan persoalan dengan baik. Beberapa kali pun pihaknya memberikan masukan-masukan dalam upaya menyelesaikan masalah itu, salah satunya terus intens berdialog membangun komunikasi. “Jujur saja kasus ini masuk kemana-mana, omongan dunia, bangun toleransi jadi PR (Pekerjaan Rumah, red) lah. Ada kategorisasi kalau mau jadi Kota Ramah HAM, nah penyelesaian dua masalah tadi bisa jadi indikator. Selain dua kasus itu, kata Choirul, F1 mencoba sistematis modalitas sikap toleran ada di Kota Bogor, termasuk pada PNS. Jika itu berhasil, bisa jadi contoh bagi pemda lainnya dalam menciptakan iklim toleran. Namun, ia enggan menjabarkan berapa jumlah data gugatan yang masuk ke Komnas HAM, dari warga kepada Pemkot Bogor. “Ada dikantor, rekapannya harus dilihat dulu,” imbuhnya., Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya mengakui upaya 'membongkar' stigma Bogor sebagai kota intoleran menjadi kota toleran sangat tidak mudah. Bukan cuma masalah edukasi, tapi lebih kompleks. Ia pun sempat merasa dicap intoleran karena belum bisa menyelesaikan beberapa persoalan yang berkaitan dengan HAM. Diantaranya persoalan Gereja Yasmin dan Masjid Hanbal bin Ahmad. "Saya dicap intoleransi dan bikin gerah. Ini bukan soal pencitraan atau dicantumkan ke RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, red)," katanya. Beberapa langkah pun mesti dilakukan, yakni pertama political will dari pemimpin. Kedua, aturan yang kuat secara koordinasi, terkait diksi yang diucapkan diaturan sudah cukup kuat. Ketiga, upaya dari kegiatan-kegiatan, diantaranya komitmen penganggaran secara jelas dengan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) yang jadi leading sector-nya. “Sembari kita juga dikuatkan. Nah masalah GKI Yasmin dan masjid Hanbal, kalau ini tidak selesai percuma segala aturan. Kalau ini selesai, bisa menghilangkan stigma Kota Bogor sebagai kota intoleran. Bahkan bisa menginspirasi kota lain,” pungkas Bima. (ryn/c/yok)

Tags

Terkini