METROPOLITAN - Berbagai cara dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk menurunkan defisit dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Bogor tahun 2020. Mengurangi kegiatan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang memiliki kegiatan gemuk jadi solusi saat ini. Hal itu seperti yang diungkap Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat. Menurut Ade Sarip, rasionalisasi kegiatan OPD, terlebih yang 'gemuk' anggaran dan kegiatan, menjadi cara yang paling rasional lantaran tidak mungkin menggenjot pendapatan di waktu yang makin mepet. Buatnya, bicara APBD tentu harus seimbang antara belanja dan pendapatan. Sehingga, harus ada rasionalisasi. Maka, kata dia, kegiatan OPD harus berorientasi kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) serta dapat memilah rencana strategi (renstra) yang penting dan yang tidak. "Sudah diskusi dengan tim. Kami akan coba rapat dan bertanya ke dinas, mana yang kira-kira harus ditunda ke tahun depan atau di APBD perubahan, jadi bukan dihilangkan," katanya kepada awak media, akhir pekan lalu. Ade Sarip menuturkan, problem defisit bukan sesuatu yang luar biasa karena terjadi pada sektor belanja langsung. Beda halnya jika menyangkut belanja tidak langsung seperti alokasi gaji pegawai. Sehingga, ia berharap, OPD paham prioritas karena tidak mungkin semua kegiatan yang diinginkan diajukan berbarengan. “Jadinya defisit,” imbuhnya. Untuk itu, TAPD pun akan segera menggelar rapat untuk mengambil langkah dan berupaya untuk menyeimbangkan antara belanja dan pendapatan pada APBD 2020. Sejauh ini, sambung dia, hanya ada dua opsi konvensional untuk menyiasati defisit, yakni rasionalisasi atau meminjam uang. Tetapi, untuk opsi kedua, agaknya dirasa bukan pilihan prioritas. “Kemungkinan akan ada presentase sesuai pagu anggaran. Dinas harus mempersiapkan mana yang akan dirasionalisasi. Kami rapat dulu untuk rasionalisasi," ujar dia. Menanggapi hal itu, anggota DPRD Kota Bogor, Saeful Bakhri, menuturkan apabila Pemkot memutuskan langkah untuk berhutang demi menyelamatkan keseimbangan APBD, akan menjadi keputusan paling konyol. Kecuali untuk hal-hal yang strategis. "Sementara di sektor lain masih terdapat kegiatan dalam program yang rutin copy-paste dari tahun sebelumnya. Yang perlu dilakukan Pemkot, evaluasi urgensi dan daya ungkitnya terhadap RPJMD," kata Saeful. Politisi PPP itu memberi masukan, diantaranya dengan mencari peluang pembiayaan dari pemerintah provinsi, kementerian dan CSR atau sumber lain yang sah dan perlu dipetakan ulang. Sedangkan alasan ‘waktu mepet’ disebut jadi alasan klasik, sehingga perlu evaluasi agar pelaksanaan anggaran murni maupun perubahan bisa tepat waktu. Ia menilai, defisit tak terlepas dari perencanaan program yang tidak tajam karena hanya bersifat rutinitas OPD saha. "Seringkali kesiapan anggaran yang tidak tepat waktu ini menjadi permasalahan klasik yang seharusnya diubah. Permasalahan utamanya perencanaan program yang tidak matang. Tidak tajam dalam mendukung visi misi indikator kinerja utama," sindir Saeful. Saeful menambahkan, pemerintah juga wajib melakukan evaluasi terhadap biaya-biaya operasional di seluruh OPD agar anggaran lebih efektif dan efisien. Contohnya kunjungan kerja yang dirasa tidak terlalu penting dan outputnya kurang terasa. "Indikasi perencanaan nggak matang,” pungkasnya. (ryn/c/rez)