metro-bogor

Polemik Urgensi Usulan Perda Kebijakan Hutang, Pemkot dan Dewan Bersitegang

Jumat, 6 Desember 2019 | 09:26 WIB
JENAL MUTAQIN Wakil Ketua I DPRD Kota Bogor.

METROPOLITAN – Dengan alasan percepatan pembangunan infrastruktur kota dan bertekad jadi pilot project-nya Kementrian Keuangan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor rupanya kekeuh ingin melaksanakan kebijakan hutang dalam penyusunan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang alternatif pembiayaan untuk mempercepat pembangunan. Hal ini mengundang kontroversi dan penolakan dari anggota DPRD lantaran ketidakjelasan tujuan dan urgensi sampai harus meminjam dengan dalih percepatan pembangunan. Wakil Ketua I DPRD Kota Hujan, Jenal Mutaqin, mengatakan, hingga kini dirinya belum melihat urgensi yang jelas dari usulan perda tersebut sehingga para wakil rakyat pun tidak akan begitu saja memuluskan upaya pemkot tersebut. Tak cuma itu, pemkot juga belum menjelaskan dan membuat kajian naskah serta akademis soal regulasi itu. “Waktu rapat Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) lalu, pemkot belum serahkan kajian. Infonya baru akan selesai pada Maret 2020,” katanya. Politisi Gerindra itu menerangkan, sebelum disahkan menjadi payung hukum, tentu harus ada kajian dan naskah akademsi yang jelas soal manfaat dan urgensi kebijakan tersebut. Selain itu juga perlu sosialisasi dan dasar undang-undang yang menerangkan dan mengatur kebijakan alternatif pembiayaan. “Salah satunya Obligasi, kami belum tahu itu berpengaruh pada apa saja? Ya kita tahu kondisi APBD beberapa kali defisit, dan masih ada kebutuhan warga yang belum terakomodasi. Tapi nggak bisa serta merta, harus ada pertimbangan yang matang,” ujar Jenal. Apalagi, dalam kebijakan obligasi, pemerintah dituntut untuk punya dana cadangan dari APBD yang harus dianggarkan setiap tahunnya, untuk membayar bunga. Hal itu menjadi tanda tanya besar urgensi kebijakan itu sebelum disampaikan secara jelas kepada DPRD Kota Bogor dalam pembuatan naskah akademis. Ia mengakui, jika nantinya penjelasan yang dijabarkan pemkot 'masuk akal', anggota dewan akan langsung membandingkan hal itu dengan kekuatan APBD serta budaya masyarakat Kota Bogor. Tentunya bila tidak memungkinkan, sepatutnya pemkot tidak perlu memaksakan kebijakan 'hutang' jadi produk hukum. “Banyak pertimbangan lah,” singkat anggota dewan dari dapil Kota Bogor Tengah-Timur itu. Pemkot memang tengah getol menggarap rancangan perda tentang alternatif pembiayaan untuk mempercepat pembangunan. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, mengatakan, perda yang sedang digodok itu tidak melulu untuk obligasi, tapi secara umum perda tentang alternatif pembiayaan secara keseluruhan, apapun 'judul'-nya. Apalagi, banyak peluang yang bisa diambil misalnya dengan kerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Kementrian Keuangan, dengan Obligasi atau alternatif lain seperti BJB Indah dari Provinsi Jawa Barat. “Ada alternatif pembiayaan itu, mana yang menguntungkan, itu semua masih kita kaji. Berarti kan hutang, ketika ada bunga, ya dihitung jumlahnya. Kerucutkan, kalau nanti memang mau mempercepat pembangunan, alternatif pakai itu,” katanya kepada Metropolitan. Yang jelas, ketika sudah ada perda-nya, maka kebijakan itu bisa dilakukan atau tidak pun tidak masalah. Namun, ia kekeuh jika pemkot memang membutuhkan alternatif pembiayaan untuk percepatan pembangunan. “Tapi belum tahu namanya apa. Makanya penting ada perda-nya, yang pasti harus menguntungkan kita, yang mana dari alternatif itu,” tukasnya. Melihat urgensi pembiayaan dari skema hutang untuk percepatan pembangunan itu, kata Ade Sarip, bisa dimanfaatkan untuk berbagai sektor. Dari kesehatan misalnya, bisa dipakai untuk membangun rumah sakit tipe C per kecamatan. Bisa juga untuk sektor olahraga, misalnya untuk membangun sarana olahraga di wilayah. “Makanya ketiak sudah ada regulasi, kan mau dilakukan atau tidak juga  tidak masalah. Yang penting ada regulasinya,” tegas Ade Sarip. Terkait masih adanya penolakan dari DPRD soal rencana perda alternatif pembiayaan ini, Ade Sarip mengungkapkan kalau hal itu terjadi lantaran kurangnya penjelasan secara utuh. Tentu harus ada titik temu untuk alternatif pembiayaan itu. “Kira-kira mau ke PT SMI, Obligasi atau BJB indah, mana yang lebih menguntungkan,” tuntasnya. (ryn/c/yok)

Tags

Terkini