METROPOLITAN – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor nampak sangat serius untuk mendapatkan alternatif pembiayaan diluar Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) demi percepatan pembangunan. Melihat kemampuan APBD, rupanya Kota Bogor punya peluang untuk meminjam dana hingga Rp1,4 triliun, sesuai hitungan standar Kementrian Keuangan (Kemenkeu). Uang yang nantinya akan digunakan untuk berbagai proyek besar seperti pembangunan posyandu, revitalisasi Gelanggang Olahraga (GOR) Pajajaran, hingga penataan transportasi penunjang Trem, dalam waktu satu tahun anggaran saja. Sekretaris Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bogor Lia Kania Dewi mengatakan, rencana penerapan kebijakan alternatif pembiayaan infrastruktur yang kini masih terus dikaji dengan tiga opsi sumber peminjaman. Saat ini, Pemkot Bogor sangat tergantung dari APBD dan APBN untuk pembangunan lantaran terbatas, maka perlu terobosan pendanaan alternatif untuk akselerasi. “Bisa lewat PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), BJB Indah, atau Obligasi Daerah. Secara political will, sudah ada di RPJM, bahwa bisa untuk alternatif pembiayaan, tapi memang prosesnya panjang,” katanya saat ditemui Metropolitan, akhir pekan lalu. Misalnya, sambung dia, untuk pembangunan GOR Pajajaran, RSUD di berbagai wilayah, hingga penataan transportasi, dimana membutuhkan anggaran besar namun sudah ada di RPJMD. “Misalnya GOR, kan DED (Detail Engineering Design, red)-nya sudah ada, sepertinya sampai Rp800 miliar, nah kita nggak bisa lakukan di satu tahun anggaran, tapi dengan alternatif pembiayaan itu, bisa,” tukasnya. Lia menambahkan, tiga opsi itu bahkan bisa dijalan secara bersamaan bila kemampuan keuangan Kota Bogor dinilai layak untuk membayar pinjaman. Secara umum, pihaknya akan melihat pilihan yang lebih realistis dan lebih baik. Membebankan APBD atau tidak, buatnya akan ditentukan lewat kajian dan standar dari pusat soal berapa yang bisa dipinjam. “Misalnya Obligasi, satu tahun kita terbitkan, laku tuh Rp1 triliun, tentu bisa dapat uang bangun cepat, konteksnya seolah kita nabung, nyicil dan masyarakat pun bisa terlibat secara langsung dalam pembangunan,” terang Lia. Apalagi, sudah ada 'dukungan' dari pemerintah pusat jika Pemkot menerapkan kebijakan ini. Sebab, syarat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sudah dipenuhi Kota Bogor selama tiga tahun. Artinya, menilik kemampuan keuangan dan kapasitas fiskal, ada respon baik dari pusat untuk Kota Bogor. “Memang belum final, tapi ada lampu hijau lah,” bebernya. Ia juga menyetujui suara dewan yang mengingkan pemkot untuk melakukan kajian teknis lebih dalam sambil melihat kemampuan APBD dan lainnya. Selain itu juga, melihat tenor yang bisa sampai 10 tahun, artinya lintas periode wali kota, itu pun jadi pertimbangan dan harus ada komitmen bersama pemkot dan DPRD. “Memang di DPRD itu belum sampai pembahasan intensif, hanya mengajukan Perda Obligasi Daerah untuk diagendakan di 2020. Secara teknis perlu detil sosialisasi dari Kemenkeu, Otoritas Jasa Kesehatan (OJK) dan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Jadi belum kesana, dan betul memang harus ada kajian detilnya,” papar wanita berkacamata itu. Sementara itu, Wali Kota Bogor Bima Arya menyatakan kalau wacana alternatif pembiayaan infrastruktur di luar APBD sangat urgen lantaran kemampuan APBD Kota Bogor yang sangat terbatas padahal kebutuhan pembangunan di berbagai sektor dan wilayah cukup banyak. Serta tidak bisa melulu bantuan dari pemerintah provinsi atau pemerintah pusat saja. "Sangat urgen. Jadi presiden dan gubernur Jawa Barat akan memerintahkan seluruh kepala daerah untuk elaborasi semua sumber pembiayaan daerah ditengah keterbatasan APBD dan nggak cukup andalkan bantuan pemerintah pusat dan provinsi," katanya. Bima sendiri belum bisa memastikan berapa angka yang dibutuhkan jika memang skema hutang itu bisa mulus terlaksana. Yang jelas, dengan APBD 2020 yang 'hanya' Rp2,5 triliun, tidak cukup membiayai berbagai kebutuhan infrastruktur yang dikeluhkan masuarakat, namun tak terkaver APBD. Terpenting, masuk dalam program prioritasnya, yakni kualitas hidup warga, infrastruktur dan reformasi birokrasi "Butuh banyak lah. Warga banyak minta dibantu, bangun jalan, jembatan, PAUD, Posyandu, RTLH (Rumah Tidak Layak Huni, red) misalnya. Yang banyak muncul di Musrenbang, tapi kita belum hitung pasti angka butuhnya berapa," papar Wakil Ketua Umum PAN itu. Kebijakan ini dianggap penting lantaran menjadi perintah presiden Jokowi dan arahan gubernur langsung sehingga se-Indonesia pastinya sepakat semua, termasuk para anggota dewan yang saat ini masih menolak wacana hutang ini. "Pasti sepakat. Tinggal teknisnya sekarang mana yang perlu didanai obligasi daerah, mana yang lewat KPBU, Kalau infrastruktur kan mendesak. Misalnya LRT mau masuk dua tahun lagi, nah kita harus punya sistem transportasi penunjangnya. Itu mendesak," tutur Bima. (ryn/c/yok)